BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian olahraga terhadap ilmu
olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang
digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan
sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya
berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan
perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami
perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga. Olahraga tidak
hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga
menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karenanya pemecahan
masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah
satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial
yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan
yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan masyarakat, artinya
fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam
aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga,
peranan, status, dan komunitas.
Dalam dunia persepakbolaan suporter adalah bagian yang tidak bisa
dipisahkan. Dimana ada sepakbola
disitu ada suporter. Sepakbola telah mengubah pikiran normal manusia menjadi
tergila-gila. Tidak memandang tua, muda maupun anak-anak, kecintaan mereka
terhadap klub yang dibelanya telah menjadikan bukti kesetiaan mereka terhadap klub yang dicintainya. Disudut-sudut
jalan dipasang berbagai hiasan bendera maupun spanduk dengan berbagai
warna kebesarannya merah, hijau, maupun biru telah menjadi simbol dan identitas
mereka.
Suporter adalah pemain ke dua belas
yang dibilang paling fanatik dan antusias dalam membela klub yang dicintainya. Susah maupun senang, hati mereka
melebur menjadi satu saat tim mereka berjuang meraih kemenangan. Inilah sepakbola
yang telah membuka mata mereka bak seperti pahlawan yang sedang berjuang dengan mengusung gengsi dan harga diri
mereka dipertaruhkan di stadion hanya untuk menyandang gelar sang pemenang.
Bentrokan antar suporter sering terjadi baik didalam maupun diluar stadion.
Tidak hanya di stadion saja yang ramai dipenuhi para suporter, di bar, cafe dan
tempat perjudian pun sering di banjiri para suporter. Mereka tidak hanya
sekedar menonton sepakbola akan tetapi ada juga yang mencari peruntungan di
meja judi. Inilah sepakbola yang telah membutakan pikiran orang. Banyak orang
yang menganggap lapangan adalah kiblatnya supporter yang mereka
kelilingi selama pertandingan berlangsung. Panas, hujan tidak mereka pedulikan
asalkan mereka bisa melihat tim yang dicintainya bertanding.
B. Rumusan
Masalah
Dari uraian
di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagaimana stereotype dalam pandangan dalam
Suporter?
2.
Apakah yang sebenarnya terjadi berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton
sepakbola saat ini?
3.
Faktor-faktor apa yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan
dalam sepakbola?
4.
Mengapa tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia
itu terjadi?
5.
Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.
Stereotype dalam pandangan suporter
2.
Kejadian yang berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton
sepakbola saat ini
3.
Faktor-faktor yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan
dalam sepakbola
4.
Tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh
penonton di Indonesia itu terjadi
5.
Manfaat
Manfaat dari
penulisan makalah ini yaitu:
1.
Bagi
Mahasiswa
Dapat
mengetahui tentang stereotype dalam pandangan supporter, kejadian yang
berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton sepakbola saat ini, faktor-faktor
yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan
dalam sepakbola , tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh
penonton di Indonesia itu terjadi.
2.
Bagi Dosen
Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan
dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam memperoleh
pengetahuan tentang stereotype dalam pandangan supporter, kejadian yang berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton
sepakbola saat ini, faktor-faktor yang melatar belakangi
penonton untuk melakukan kekerasan dalam sepakbola , tindakan
kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia itu terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosiologi Olahraga
Sosiologi
olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah
keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku
dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh
nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga
mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan
bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu
organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan
fenomena olahraga.
Sosiologi olahraga merupakan sosiologi
terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga dapat dikatakan sebagai
sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada permasalahan olahraga.
Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan gabungan dari dua disiplin
ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald Chu disebut sebagai
perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni yang bersifat
non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk dicercap oleh disiplin ilmu
lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru, olahraga masih menggunakan
teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun hukum-hukum
keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu berusaha
menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain untuk mengkaji
permasalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga berupaya membahas
perilaku sosial manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, dalam situasi
olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan olahraga, pada dasarnya manusia
melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi sosial dengan manusia lainnya.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma
atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat
adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama,
atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas
olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian
sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia
keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan
inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi,
kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan:
“sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.
Sebagai disiplin ilmu baru, dan
masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan,
keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya
dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun
makro.
1. Secara mikro
1. Secara mikro
Kajian ilmu
olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori
dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat
memperkokoh keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang
berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi.
Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara
epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2. Secara makro
Kajian ilmu
olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang
terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat
(penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji
secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri
atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga
tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah
berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara
luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena
yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga
mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah
sosiologi.
B. Perspektif Interpretif Dalam Komunikasi
Perspektif
adalah suatu pandangan seseorang terhadap sesuatu yang diamati. Pengetahuan
yang akan kita peroleh tergantung pada cara kita memandang sesuatu tersebut.
Perspektif yang berbeda akan mendapatkan jawaban yang bebeda pula pada setiap
perspektif tersebut. Pemilihan akan adanya perspektif dan bukan merupakan suatu
teori merupakan sebuah keistimewaan dari ilmu sosial. Untuk tidak lagi berlagak
mengukur atau bebas nilai terhadap suatu gejala-gejala sosial yang terjadi.
Dalam perspektif-perspektif
ilmu komunikasi ini terdapat beberapa metateori tentang realitas (ontologi),
tentang bagaimana pencapaiannya (epistimologi) dan tentang apa nilai dari
komunikasi (aksiologi).
Dalam perspektif interpretif tidak ada kebenaran yang mutlak ataupun
kesalahan yang absolut. Semua hal dinilai dari sudut pandang tertentu sesuai
dimana ia berada dalam satu komunitas. Penilaiaan terhadap sebuah fakta,
realita dan fenomena sosial tidak begitu saja menghasilkan suatu keputusan
apakah itu baik atau buruk, benar atau salah. Semua tergantung dari sudut
pandang yang diyakini. Sebuah pemaknaan akan menghasilkan suatu konstruksi yang
lambat laun terbangun tanpa kesadaran dan akhirnya menjadi sebuah keyakinan.
Selain itu dapat pula timbul beberapa makna serta ambiguitas (Griffin, Nofie
Iman 2003:50).
Interpretif menciptakan banyak realitas dan fakta. Dalam wilayah ini pembahasan
lebih terpusat tentang bagaimana sebuah realita diciptakan, bukan tentang
bagaimana sebenarnya yang benar. Sebuah makna bukan hanya seperti yang
terlihat, tetapi nilai dan maksud yang terkandung didalamnya tidak terbatas.
Dalam perspektif ini kebenaran tentang makna menjadi bias. Tradisi kritis yang
masuk dalam wilayah perspektif menjadi sabuah telaah untuk menilai, mengungkap
makna dan memberikan arti terhadap suatu
fenomena sosial. Mencoba mengkritisi, memberikan penilaian, serta
menjadikan suatu perubahan bisa dikatakan merupakan hasil dari perspektif
interpretif.
C. Tradisi Sosiokultural Dalam Komunikasi
Cara pandang sosiokultural
menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui suatu proses interaksi yang
terjadi dalam kelompok, masyarakat dan budaya. Sosiokultural lebih tertarik
untuk mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama
menciptakan realitas dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka.
Sosiokultural digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, percakapan,
kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat. Pendekatan sosiokultural dalam teori komunikasi mengedepankan dalam cara
bagaimana atau tata cara pemahaman orang, maksud/arti, norma-norma, aturan dan
peran yang dipecahkan secara interaktif di dalam komunikasi. Teori menyelidiki
interaksi dunia di mana orang-orang hidup, mengusulkan sebagai fakta gagasan di
mana kenyataan bukanlah suatu sasaran
satuan pengaturan yang berada di luar tetapi dibangun melalui suatu
proses interaksi di dalam kelompok, kultur dan masyarakat.
Dalam tradisi sosiokultural memfokuskan dalam pola interaksi antara
masyarakat. Interaksi adalah suatu proses di mana maksud/arti, peran, aturan,
dan nilai-nilai budaya terpecahkan. Dalam tradisi sosiokultural perlu
dimengerti bagaimana masyarakat bersama-sama menciptakan realita kelompok
sosial mereka, organisasi, dan kultur. Dan tentu saja, kategori yang digunakan
oleh setiap individu dalam suatu komunitas untuk memproses informasi secara
sosial tercipta melalui proses dalam komunikasi tersebut.
Kemudian, tradisi ini tertuju akan adanya proses komunikasi yang terjadi
pada kenyataannya. Walaupun tradisi ini menunjukkan untuk menguraikan aspek
hubungan, kelompok, dan kultur yang diciptakan di dalam interaksi sosial,
proses yang terjadi menghasilkan suatu tradisi sosiokultural. Teori sosiokultural
memusatkan pada bagaimana identitas terbentuk melalui interaksi dalam kelompok
sosial dan kultur. Identitas menjadi suatu peleburan oleh masyarakat dimana
setiap individu mempunyai peran sosial, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai
mahluk budaya. Kebudayaan dapat dilihat sebagai bagian yang signifikan dari proses interaksi sosial. Pada gilirannya,
kebudayaan membentuk suatu konteks untuk penafsiran dan tindakan di
dalam situasi komunikasi.
D. Komunikasi Multikultur
E. stereotype,
F. fanatisme,
G. konflik sosial,
H.
anarkisme dan kekerasan
supporter sepakbola di indonesia
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uraikan
maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa salah satu masalah penting dalam
kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi, pendidikan
jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat/
Olahragawan/ manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang
bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam
kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat
berinteraksi dengan lingkungan. Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai
Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan,
kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah
berinteraksi dengan masyarakat.
Olahraga
sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara
dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk
mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan
karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu
permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga.
Kajian
sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga
berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi
kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan
dan tata aturan yang relatif ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan
gembira.
Berangkat
dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama,
persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu,
menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia
membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan
pendekatan ilmu sosiologi.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus
juga mempertimbangkan Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan
olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih
sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan
membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau
hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi
sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang
kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan.
Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen
dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen
baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu
saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana
dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang
memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam
aktivitasnya dan pendidikan jasmani
dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Pendidikan membantu agar
tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan
pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga
sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat
berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
B. Saran
Berbicara
tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada
bebarapa saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini
adalah:
1.
Penulis sangat mengharap atas segala saran – saran dan
kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa
yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang
semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang penulis laksanakan.
2.
Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi
Olahraga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan
hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga
diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga
dan masyarakat lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arma Abdoellah, Agus Manadji
(1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Baskoro
suryandriyo. (2013). Pengertian atau arti
makna dan definisi olahraga secara umum. Diakses dari http://www.ikerenki.com/2013/12/pengertian-arti-makna-definisi-olahraga-menurut-ahli-pakar.html. pada tanggal 14 September 2015, jam 10.00 WIB.
Christian.(2015). Sosiologi. Diakses
dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sosiologi, pada tanggal 14 September 2015, jam 11.00
WIB.
Penjastar.
(2013). Fungsi Pendidikan Jasmani dalam
pendidikan Nasional. Diakses dari https://penjastar.wordpress.com/2013/01/28/pendidikan-jasmani-kendaraan-pendidikan-nasional/, pada tanggal 14 September 2015, jam 10.00 WIB.
Sumaryanto. (2002). Diktat Mata
Kuliah Sosiologi Olahraga. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Yulia Efriani. (2003). Pengaruh Senam Aerobik Tiga Kali Seminggu
Terhadap Tingkat Kebugaran Siswa Kelas V SD Muhammadiyah I Ngupasan Yogyakarta.
Skripsi FIK UNY. 2003.
Muhammad Said. (2014).
Referensi Buku Filsafat Ilmu Komunikasi. Diakses dari http://mahasiswa.ung.ac.id/291413017/home/2014/4/27/resensi-buku-filsafat-ilmu-komunikasi.html, pada
tanggal 10 september 2015, jam 08.00 WIB.
https://ataghaitsa.wordpress.com/2013/04/25/tradisi-sosiokultural/