Entri yang Diunggulkan

Hasil observasi di TK

BAB I PENDAHULUAN A.             Latar Belakang Proses belajar mengajar adalah suatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan, ...

Kamis, 27 Oktober 2016

KEKERASAN DALAM SEPAKBOLA DITINJAU DARI DIMENSI SOSIOLOGIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga. Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas.
Dalam dunia persepakbolaan suporter adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Dimana ada sepakbola disitu ada suporter. Sepakbola telah mengubah pikiran normal manusia menjadi tergila-gila. Tidak memandang tua, muda maupun anak-anak, kecintaan mereka terhadap klub yang dibelanya telah menjadikan bukti kesetiaan mereka terhadap klub yang dicintainya. Disudut-sudut jalan dipasang berbagai hiasan bendera maupun spanduk dengan berbagai warna kebesarannya merah, hijau, maupun biru telah menjadi simbol dan identitas mereka.
Suporter adalah pemain ke dua belas yang dibilang paling fanatik dan antusias dalam membela klub yang dicintainya. Susah maupun senang, hati mereka melebur menjadi satu saat tim mereka berjuang meraih kemenangan. Inilah sepakbola yang telah membuka mata mereka bak seperti pahlawan yang sedang berjuang dengan mengusung gengsi dan harga diri mereka dipertaruhkan di stadion hanya untuk menyandang gelar sang pemenang.
Bentrokan antar suporter sering terjadi baik didalam maupun diluar stadion. Tidak hanya di stadion saja yang ramai dipenuhi para suporter, di bar, cafe dan tempat perjudian pun sering di banjiri para suporter. Mereka tidak hanya sekedar menonton sepakbola akan tetapi ada juga yang mencari peruntungan di meja judi. Inilah sepakbola yang telah membutakan pikiran orang. Banyak orang yang menganggap lapangan adalah kiblatnya supporter yang mereka kelilingi selama pertandingan berlangsung. Panas, hujan tidak mereka pedulikan asalkan mereka bisa melihat tim yang dicintainya bertanding.



B.       Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Bagaimana stereotype dalam pandangan dalam Suporter?
2.      Apakah yang sebenarnya terjadi berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton sepakbola saat ini?
3.      Faktor-faktor apa yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan dalam sepakbola?
4.      Mengapa tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia itu terjadi?
5.        Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.         Stereotype dalam pandangan suporter
2.         Kejadian yang berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton sepakbola saat ini
3.         Faktor-faktor yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan dalam sepakbola
4.         Tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia itu terjadi
5.      Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.    Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui tentang stereotype dalam pandangan supporter, kejadian yang berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton sepakbola saat ini, faktor-faktor yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan dalam sepakbola , tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia itu terjadi.
2.    Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan tentang stereotype dalam pandangan supporter, kejadian yang berkenaan dengan fenomena kekerasan penonton sepakbola saat ini, faktor-faktor yang melatar belakangi penonton untuk melakukan kekerasan dalam sepakbola , tindakan kekerasan anarkisme sepakbola oleh penonton di Indonesia itu terjadi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Sosiologi Olahraga
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.
Sosiologi olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk dicercap oleh disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru, olahraga masih menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun hukum-hukum keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu berusaha menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain untuk mengkaji permasalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi sosial dengan manusia lainnya.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.
Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.
1. Secara mikro
Kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2. Secara makro
Kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah sosiologi.
B.       Perspektif Interpretif Dalam Komunikasi
Perspektif adalah suatu pandangan seseorang terhadap sesuatu yang diamati. Pengetahuan yang akan kita peroleh tergantung pada cara kita memandang sesuatu tersebut. Perspektif yang berbeda akan mendapatkan jawaban yang bebeda pula pada setiap perspektif tersebut. Pemilihan akan adanya perspektif dan bukan merupakan suatu teori merupakan sebuah keistimewaan dari ilmu sosial. Untuk tidak lagi berlagak mengukur atau bebas nilai terhadap suatu gejala-gejala sosial yang terjadi.
Dalam perspektif-perspektif ilmu komunikasi ini terdapat beberapa metateori tentang realitas (ontologi), tentang bagaimana pencapaiannya (epistimologi) dan tentang apa nilai dari komunikasi (aksiologi).
Dalam perspektif interpretif tidak ada kebenaran yang mutlak ataupun kesalahan yang absolut. Semua hal dinilai dari sudut pandang tertentu sesuai dimana ia berada dalam satu komunitas. Penilaiaan terhadap sebuah fakta, realita dan fenomena sosial tidak begitu saja menghasilkan suatu keputusan apakah itu baik atau buruk, benar atau salah. Semua tergantung dari sudut pandang yang diyakini. Sebuah pemaknaan akan menghasilkan suatu konstruksi yang lambat laun terbangun tanpa kesadaran dan akhirnya menjadi sebuah keyakinan. Selain itu dapat pula timbul beberapa makna serta ambiguitas (Griffin, Nofie Iman 2003:50).
Interpretif menciptakan banyak realitas dan fakta. Dalam wilayah ini pembahasan lebih terpusat tentang bagaimana sebuah realita diciptakan, bukan tentang bagaimana sebenarnya yang benar. Sebuah makna bukan hanya seperti yang terlihat, tetapi nilai dan maksud yang terkandung didalamnya tidak terbatas. Dalam perspektif ini kebenaran tentang makna menjadi bias. Tradisi kritis yang masuk dalam wilayah perspektif menjadi sabuah telaah untuk menilai, mengungkap makna dan memberikan arti terhadap suatu fenomena sosial. Mencoba mengkritisi, memberikan penilaian, serta menjadikan suatu perubahan bisa dikatakan merupakan hasil dari perspektif interpretif.
C.      Tradisi Sosiokultural Dalam Komunikasi
Cara pandang sosiokultural menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui suatu proses interaksi yang terjadi dalam kelompok, masyarakat dan budaya. Sosiokultural lebih tertarik untuk mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama menciptakan realitas dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka. Sosiokultural digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, percakapan, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat. Pendekatan sosiokultural dalam teori komunikasi mengedepankan dalam cara bagaimana atau tata cara pemahaman orang, maksud/arti, norma-norma, aturan dan peran yang dipecahkan secara interaktif di dalam komunikasi. Teori menyelidiki interaksi dunia di mana orang-orang hidup, mengusulkan sebagai fakta gagasan di mana kenyataan bukanlah suatu sasaran satuan pengaturan yang berada di luar tetapi dibangun melalui suatu proses interaksi di dalam kelompok, kultur dan masyarakat.
Dalam tradisi sosiokultural memfokuskan dalam pola interaksi antara masyarakat. Interaksi adalah suatu proses di mana maksud/arti, peran, aturan, dan nilai-nilai budaya terpecahkan. Dalam tradisi sosiokultural perlu dimengerti bagaimana masyarakat bersama-sama menciptakan realita kelompok sosial mereka, organisasi, dan kultur. Dan tentu saja, kategori yang digunakan oleh setiap individu dalam suatu komunitas untuk memproses informasi secara sosial tercipta melalui proses dalam komunikasi tersebut.
Kemudian, tradisi ini tertuju akan adanya proses komunikasi yang terjadi pada kenyataannya. Walaupun tradisi ini menunjukkan untuk menguraikan aspek hubungan, kelompok, dan kultur yang diciptakan di dalam interaksi sosial, proses yang terjadi menghasilkan suatu tradisi sosiokultural. Teori sosiokultural memusatkan pada bagaimana identitas terbentuk melalui interaksi dalam kelompok sosial dan kultur. Identitas menjadi suatu peleburan oleh masyarakat dimana setiap individu mempunyai peran sosial, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai mahluk budaya. Kebudayaan dapat dilihat sebagai bagian yang signifikan dari proses interaksi sosial. Pada gilirannya, kebudayaan membentuk suatu konteks untuk penafsiran dan tindakan di dalam situasi komunikasi.
D.      Komunikasi Multikultur

E.       stereotype,
F.       fanatisme,
G.      konflik sosial,
H.      anarkisme dan kekerasan supporter sepakbola di indonesia



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat  adalah bersosial dan berinteraksi, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat/ Olahragawan/ manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan. Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga.
Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relatif ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira.
Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi  yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan pendidikan jasmani dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
B.       Saran
Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada bebarapa saran yang dapat di garis bawahi  oleh penulis dalam makalah ini adalah:
1.    Penulis sangat mengharap atas segala saran – saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang penulis laksanakan.
2.    Hubungannya dengan  perkembangan Sosiologi Olahraga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA
Arma Abdoellah, Agus Manadji (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Baskoro suryandriyo. (2013). Pengertian atau arti makna dan definisi olahraga secara umum. Diakses dari http://www.ikerenki.com/2013/12/pengertian-arti-makna-definisi-olahraga-menurut-ahli-pakar.html. pada tanggal 14 September 2015, jam 10.00 WIB.

Christian.(2015). Sosiologi. Diakses dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sosiologi, pada tanggal 14 September 2015, jam 11.00 WIB.
Penjastar. (2013). Fungsi Pendidikan Jasmani dalam pendidikan Nasional. Diakses dari https://penjastar.wordpress.com/2013/01/28/pendidikan-jasmani-kendaraan-pendidikan-nasional/, pada tanggal 14 September 2015, jam 10.00 WIB.
Sumaryanto. (2002). Diktat Mata Kuliah Sosiologi Olahraga. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Yulia Efriani. (2003). Pengaruh Senam Aerobik Tiga Kali Seminggu Terhadap Tingkat Kebugaran Siswa Kelas V SD Muhammadiyah I Ngupasan Yogyakarta. Skripsi FIK UNY. 2003.



Muhammad Said. (2014). Referensi Buku Filsafat Ilmu Komunikasi. Diakses dari http://mahasiswa.ung.ac.id/291413017/home/2014/4/27/resensi-buku-filsafat-ilmu-komunikasi.html, pada tanggal 10 september 2015, jam 08.00 WIB.

Nofie Iman, “Sepakbola, emosi dan kerusuhan“. http//www.google.com tgl akses 1 mei 2011.


https://ataghaitsa.wordpress.com/2013/04/25/tradisi-sosiokultural/



Perkembangan siswa dalam Pembelajaran Motorik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap manusia memiliki kemampuan belajar. Bayangkan jika kemampuan itu dihilangkan atau dikurangi, manusia akan tertinggal dalam segala hal dan mengalami banyak kekurangan dalam kemampuannya. Dengan demikian, kemampuan untuk belajar sangatlah penting untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga dapat
Pada zaman yang serba maju sekarang ini, kemampuan belajar itu mempertahankan hidupnya. menjadi lebih penting, karena begitu banyak kemampuan yang harus dimiliki. Bayangkan bagaimana jadinya jika manusia hanya di lengkapi oleh kemampuan yang dibawanya sejak lahir. Kita tidak akan bisa berbicara, menulis, apalagi melakukan kegiatan-kegiatan fisik yang kompleks yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Konsep pembelajaran gerak merupakan dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran dan pelatihan gerak atau keterampilan gerak. Pengertian yang mantap dalam hal hakikat dan definisi pembelajaran gerak merupakan bantuan yang sangat berguna bagi guru orang tua bahkan guru di sekolah. Proses pembelajaran tampaknya terjadi setiap waktu. Hampir dalam segala aspek yang kita kuasai sekarang, semuanya terjadi karena proses belajar.
Secara sederhana, pembelajaran motorik dapat diartikan sebagai proses belajar keahlian gerakan dan penghalusan kemampuan motorik, serta variabel yang mendukung atau menghambat kemahiran maupun keahlian motorik. Aspek pembelajaran motorik dalam pendidikan jasmani merupakan aspek yang berhubungan dengan tindakan atau perilaku yang ditampilkan oleh para siswa setelah menerima materi tertentu dari guru. Menurut Herin Rahyubi (2011) pembelajaran motorik adalah upaya mengubah  perilaku motorik melalui kondisi dan situasi yang sengaja diciptakan agar proses perubahan menjadi efektif dan efisien. Saat seorang siswa melakukan pembelajaran motorik di sekolah, perubahan nyata yang terjadi adalah meningkat dan berkembangnya mutu keterampilan motorik seorang siswa.
Dengan pembelajaran motorik yang terancang, terarah, dan terpola dengan baik, seorang diharapkan mampu menguasai pembelajaran gerak secara memuaskan dan berdaya guna. Dari sini diharapkan munculsalah satu hasil dan produk dari pembelajaran gerak, yaitu penguasaan keterampilan. Seorang siswa yang telah menguasai keterampilan motorik secara baik dan mumpuni.
Ketika seseorang mempelajari keterampilan gerak, perubahan nyata yang terjadi adalah meningkatnya mutu keterampilan itu. Ini dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan melihat skor yang dihasilkan, atau dengan melihat keberhasilan melakukan gerak yang tadinya belum dikuasai. Tetapi yang terjadi sebenarnya bukan hanya itu, sebab ada perubahan tambahan atau perkembangan kemampuan yang mendasari penampilan pada penguasaan keterampilan yang baru. Perkembangan kemampuan inilah yang membuat penampilan bertambah baik. Konsep pembelajaran gerak ini sudah dilakukan disekolah-sekolah guna meningkatkan keterampilan yang dimiliki siswa, oleh sebab itu pengelolaan praktek pembelajaran disekolah menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh para guru guna meningkatkan dan mengembangkan keterampilan gerak siswa.
Agar bisa memasuki wilayah pembelajaran motorik dengan baik, maka kita perlu mengetahui beberapa tahap perkembangan siswa dalam pembelajaran motorik, dan dalam makalah ini akan membahas tentang  perkembangan siswadalampembelajaran motorik.

B.     Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul makalah “Perkembangansiswa dalamPembelajaran Motorik”, maka dalam pembuatan makalah ini penulis mendapatkan beberapa pembahasan yang diidentifikasi sebagai berikut:
1.    Pembelajaran motorik
2.    Tahap perkembangan motorik
3.    Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik
4.    Faktor yang mempengaruhi pembelajaran motorik
5.    Tahap perkembangan siswa dalam pembelajaran motorik

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Apa pembelajaran motorik?
2.    Apa saja tahap perkembangan motorik?
3.    Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik ?
4.    Apa saja faktor yang mempengaruhi pembelajaran motorik ?
5.    Bagaimana tahap perkembangan siswa dalam pembelajaran motorik?

D.    Tujuan penulisan
Adapun tujuan secara khusus pembuatan makalah ini untuk memperoleh info mengenai:
1.    Memahami pengertian pembelajaran motorik.
2.    Mengetahui tahap perkembangan motorik.
3.    Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik
4.    Mengetahui faktor yang mempengaruhi pembelajaran motorik
5.    Mengetahui bagaimana tahap perkembangan siswa dalam pembelajran motorik.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembelajaran Motorik
Setuditentangmotorikmanusiatidakterlepasdenganilmugerak, kinesiologi, performance manusia, pendidikanjasmani, danbody movement.Perilakugerak (motor behavior) merupakan sup disiplin yang menekankanmenekankanpadainvestigasimengenaiprisip-prinsipperilakumanusiayaituteorigerak, belajargerak, danperkembangangerak.(HeriRahayubi ;207)
Konsep pembelajaran gerak merupakan dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran dan pelatihan gerak atau keterampilan gerak. Pengertian yang mantap dalam hal hakikat dan definisi pembelajaran gerak merupakan bantuan yang sangat berguna bagi guru penjas.
Proses pembelajaran tampaknya terjadi setiap waktu, hampir dalam segala aspek yang dikuasai sekarang, semuanya terjadi karena proses belajar. Coba bayangkan kembali proses pembelajaran ketika mempelajari keterampilan berenanggayabebas. Apakah seseorang langsung dapat melakukanrenanggayabebas ?
Jawabannya adalah “tidak”. Ketika seseorang belajar berenangapalagimenggunakangaya, pada waktu masih kecil atau pada saat sudah dewasa, kesulitan pasti timbul. Gerak yang dihasilkan  tidak akan didapat secara otomatis, seperti dapat mengerakan kaki dengan mulus danbenarketika pertama kali mencoba. Paling sedikit, keseimbangan akan terganggu, apalagi ketika harus mengayuhtangan. Hanya setelah mencoba beberapa kali, bahkan ratusan kali, barulah kemampuan terlihat nyata.
Berdasaran kasus pembelajaran di atas, maka setidaknya ada dua hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan: Pertama, untuk menguasai sesuatu kita perlu mencapainya melalui proses belajar. Kedua, belajar merupakan proses yang memerlukan waktu, dan hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Ketika seseorang mempelajari keterampilan gerak, perubahan nyata yang terjadi adalah meningkatnya mutu keterampilan itu. Ini dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan melihat skor yang dihasilkan, atau dengan melihat keberhasilan melakukan gerak yang tadinya belum dikuasai. Tetapi yang terjadi sebenarnya bukan hanya itu, sebab ada perubahan tambahan atau pengalihan kemampuan yang mendasari penampilan pada penguasaan keterampilan yang baru. Perbaikan kemampuan inilah yang membuat penampilan betambah baik.
Apakah semua keterampilan yang dikuasai oleh manusia adalah benar-benar hasil belajar? Bagaimana dengan keterampilan gerak yang dikuasai sejak kecil? Jelas! kecuali gerakan refleks, semua gerakan manusia, termasuk berjalan, berlari, memegang, dan semua keterampilan lainnya adalah hasil belajar. Refleks adalah respons yang proses terjadinya tidak melalui pusat kesadaran.
Kapan seseorang mempelajarinya? Tentu ketika kita masih kecil, sebagian bahkan dipelajari ketika kita masih bayi. Kemampuan-kemampuan yang dipelajari dimasa lalu dan sekarang, akan mempengaruhi keterampilan yang akan kita miliki di masa-masa mendatang.
Berdasarkan beberapa penjelasan dan contoh di atas, maka pembelajaran gerak dapat didefinisikan sebagai berikut:Pembelajaran gerak adalah serangkaian proses yang berkaitan dengan latihan atau pembekalan pengalaman yang akan menyebabkan perubahan dalam kemampuan individu untuk bisa menampilkan gerak yang terampil.
Definisi di atas, mengandung 3 aspek penting yang harus dikemukakan sebagai berikut:

a.    Belajar dipengaruh latihan atau pengalaman
Perkembangan kemampuan memang dapat terjadi tanpa berlatih. Kemampuan tersebut berkembang misalnya, karena pengaruh kematangan dan pertumbuhan. Perubahan kemampuan ini tentu akan miningkatkan keterampilan, namun hanya sampai pada batas minimal.
Contoh sederhana kasus ini adalah keterampilan berlari. Tanpa berlatih dalam arti sebenarnya, kemampuan berlari tetap akan berkembang karena adanya pengaruh kematangan. Siapapun anak yang normal pasti akan dapat melakukan ini tanpa harus berlatih. Namun perlu dipertanyakan sampai di manakah tingkat keterampilan ini dapat berkembang jika tidak dilatih khusus.
Perubahan keterampilan karena faktor kematangan, jelas tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Hal ini disebabkan perubahan tersebut bukan karena hasil latihan. Dalam definisi di atas dikatakan bahwa perubahan yang terjadi harus melibatkan adanya latihan atau pemberian pengalaman tertentu.
Jadi membiarkan anak berkembang keterampilannya tanpa memberinya pengalaman yang berguna, sama halnya dengan tidak memberi kesempatan pada anak untuk belajar. Anak tidak akan sampai pada keadaan “terampil” dan kemampuan yang mendasarinya tidak akan berkembang sempurna.
Prinsip 1 : Belajar gerak selalu melibatkan proses latihan yang relatif dirancang secara sengaja. Latihan adalah proses pengulangan memberi pengalaman coba dan gagal.

b.    Belajar tidak langsung dapat diamati
Ketika latihan berlangsung, terjadi banyak perubahan dalam system saraf pusat. Perubahan tersebut terjadi karena penganyaman berbagai kemampuan dan pengalaman gerak dalam system memori otak. Proses inilah yang biasanya memantapkan perubahan yang terjadi menjadi relatif menetap. Proses demikian umumnya tidak bisa langsung dapat diamati. Apa yang bisa dilakukan adalah melihat perubahan-perubahan yang terjadi lewat penampilan geraknya. Latihan menyebabkan adanya perubahan “papan panel” di dalam otak berbentuk perbaikan program gerak, sehingga gerak yang ditampilkan tampak menjadi lebih baik.
Bukti adanya perubahan inilah yang harus dijadikan pegangan oleh guru atau pelatih bahwa belajar telah terjadi. Bukti ini hendaknya menuntun guru atau pelatih agar mampu memberikan pengalaman yang lebih berarti bagi orang sedang belajar. Konsekuensi lainnya adalah bahwa guru atau pelatih perlu mengetahui adanya perubahan itu dengan cara mengenali kemampuan belajar pada titik awal pembelajaran dan kemampuan yang dicapai. Dengan demikian dapat diukur penambahan atau perubahannya.
Prinsip 2 :Proses belajar terjadi di dalam system saraf pusat yang tidak nampak. Pemantauan proses belajar dilakukan melalui perubahan yang terjadi dalam tingkat penampilan (performa).

c.    Perubahan yang terjadi relatif menetap
Perubahan yang terjadi dalam penampilan dapat dianggap sebagai hasil belajar, jika perubahan tersebut bersifat menetap. Ini perlu ditekankan, karena jika hanya berpedoman pada perubahan yang terjadi dalam penampilan bisa menyesatkan. Banyak perubahan dalam penampilan yang terjadi oleh sebab lain, yang sifatnya baik sementara maupun menetap.
Perubahan dalam diri individu dapat diibaratkan air dan telur. Air akan mendidih jika dipanaskan, sehingga bentuknya berubah dari bentuk semula. Ketika air itu dingin kembali, wujudnya akan berubah kembali menjadi air. Tidak ada ciri yang bisa menandai bahwa air itu pernah berubah. Itulah ibarat orang yang berubah penampilannya, tetapi hanya sesaat.
Berbeda halnya dengan telur. Telur akan matang jika direbus. Wujudnya sudah berubah total dari keadaannya semula. Perubahan itu bersifat menetap, walaupun telur
didinginkan kembali. Telur itu sudah berubah dari telur mentah menjadi telur matang.
Orang yang belajar mengikuti perumpamaan telur di atas. Proses belajar akan merubahnya menjadi orang yang berbeda. Luarnya tetap sama, tetapi kemampuannya sudah berubah. Kemanapun orang itu pergi, dalam kondisi apapun ia berada, kemampuan tetap akan melekat.
Contoh paling nyata dalam kasus ini adalah keterampilan bersepeda . Keterampilan bersepeda tidak akan hilang sampai kapanpun jika sebelumya sudah dikuasai dengan baik. Masih banyak contoh lain yang bisa dikemukakan. Faktor penting yang perludiyakini di sini adalah latihan akan mempengaruhi penampilan secara menetap. Perubahan kemampuan itu akan menjadi ciri dari orang yang telah belajar, dan akan berguna ketika suatu waktu dibutuhkan.
Prinsip 3 :Perubahan kemampuan hasil dari belajar bersifat menetap dan tidak mudah hilang.



B.     Tahap Perkembangan Motorik
Tahapan Perkembangan Motorik
1. Tahap Pra Keterampilan.
a. Gerak refleks: pada bayi baru lahir dan anak-anak.
b. Penggabungan sensor/integrasi sensorik: pada bayi baru lahir dan anak-anak.
c. Pola gerakan dasar: pada anak-anak.

2. Tahap Pengembangan Keterampilan.
a. Perbaikan keterampilan: pada usia remaja.
b. Penampilan keterampilan: pada usia remaja akhir (akhir remaja).
c. Kemunduran penampilan: pada usia dewasa.

Tingkatan Refleksif
Aktivitas refleksif dianggap unit yang paling sederhana dari otot syaraf. Gerakrefleks adalah akibat dari rangsangan reseptor sensoris yang mengirimkan suatutanda sepanjang jalur syaraf refleks dan balik ke serabut otot. Biasanyadikendalikan oleh syaraf tulang belakang. Gerak ini merupakan aktivitas yangtanpa disadari.

Tingkatan Integrasi Sensoris
Gerakan pada bayi dimulai dengan gerakan kasar dan tidak terkoordinasi.Merupakan gerakan terkendali yang dini dan cenderung kasar dan tidak teratur,yang berdasarkan pada kematangan dan terjadi dalam urutan yang dapatdiramalkan. Kemajuan dalam mengatur otot akan mengurangi gerak reflekskarena pusat otak lebih besar perannya saat merespon input. Bayi belajar dariinput gerak yang sederhana lalu mengintegrasikannya dari penerima sensorkemudian bayi mulai belajar cara meresponnya, dalam tahap inilah bayi belajarmembentuk gerak yang efisien.

Perkembangan Pola Gerak Dasar
Awal masa anak-anak (usia 2-8 tahun) ditunjukkan oleh pencapaian danpengembangan yang cepat dari kemampuan gerak yang semakin kompleks.Gerak dasar yang terjadi meliputi gerak lokomotor, non lokomotor dan manipulatif.

Perbaikan/Penghalusan Keterampilan
Keterampilan merupakan penampilan motorik pada taraf yang tinggi, dan terasaenak dipandang . Keterampilan ditandai dengan gerakan yang terkoordinasi,halus, dan estetis.

Tahap Penampilan
Penampilan merupakan puncak dari dari tahap perkembangan motorik. Padatahap ini pola gerak yang sudah ada pada seseorang sudah sedikit menetap danbahkan apabila diubah dari pola yang sering dilakukan akan menyebabkanmenurunnya penampilan.

Pola Kemunduran
Kemunduran terjadi setelah mengalami puncak penampilan, karena terjadinyapenuaan. Perubahan yang terjadi pada masa penuaan meliputi perubahan yangberhubungan dengan anatomis dan fisiologis, diantaranya: cardiovaskuler,respirasi, otot dan sendi, tulang dan komposisi tubuh

C.    Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik
1.     Kematangan Kemampuan anak melakukan gerakan motorik sangat ditentukan oleh kematangan syaraf yangmengatur gerakan tersebut. Pada waktu anak dilahirkan, syaraf-syaraf yang ada di pusat susunansyaraf belum berkembang dan berfungsi sesuai dengan fungsinya, yaitu mengontrol gerakan-gerakanmotorik. Pada usia ± 5 tahun syaraf-syaraf ini sudah mencapai kematangan, dan menstimulasiberbagai kegiatan motorik. Otot-otot besar mengontrol gerakan motorik kasar, seperti berjalan,berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan otot-otot halusyang mengontrol kegiatan motorik halus, seperti menggunakan jari-jari tangan untuk menyusunpuzzel  , memegang pensil atau gunting membentuk dengan plastisin atau tanah liat, dan sebagainya.
2.     Urutan Pada usia 5 tahun anak telah memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks, yaitukemampuan untuk mengkoordinasikan gerakan motorik dengan seimbang seperti berlari sambi lmelompat, mengendarai sepeda.
3.     Latihan Beberapa kebutuhan anak usia dini yang berkaitan dengan pengembangan motoriknya perlu dilakukan latihan dengan bimbingan guru.  Banyak latihan motorik kasar maupun motorik halus. Kebutuhan untuk bergerak dan kebutuhan untuk mengungkapkan perasaan terdapat pada tiapinsan sejak dilahirkan. Kedua kebutuhan tersebut dapat disalurkan dengan bermain, melalui prgorampelatihan gerakan bagi anak usia dini.
4.     Motivasi Motivasi yang datang dari dalam diri anak perlu didukung dengan motivasi yang datang dariluar. Misalnya, dengan memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan gerakmotorik serta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak.Pengaruh kesempatan dan kebebasan anak untuk bergerak pada usia muda mengandungimplikasi terhadap pentingnya perkembangan keterampilan gerak anak. Kurangnya kesadaran orangdewasa termasuk guru-guru akan hal ini mengakibatkan langsung terhadap berkurangnya keuntunganyang dapat diperoleh, terutama untuk mencegah pengaruh yang menghambat tumbuh-kembang anaksecara keseluruhan.
5.     Pengalaman Perkembangan gerakan merupakan dasar bagi perkembangan berikutnya. Latihan danpendidikan gerak pada anak usia dini lebih ditujukan bagi pengayaan gerak, pemberian pengalamanyang membangkitkan rasa senang dalam suasana riang gembira anak.

D.   Faktoryang Mempengaruhi Pembelajaran Motorik
Ada beberapahal yang mempengaruhi proses pembelajaranmotorikantaralain :
·         Faktorindividu, berkaitandenganpotensi, bakat, kemampuan, dankemauanseorangpembelajar.
·         Lingkungan, yaitusoalkondusifatautidaknyatempatdanlingkungandimanaseseorangmelakukan proses pembelajaranmotorik.
·         Peralatandanfasilitas, menyangkuttersedianyaalatatausaranadanprasarana yang memadaiuntukmenunjangkelancaran proses pembelajaramotorik.
·         Faktorpengajarataufasilitatoradalahsejauhmanaseorangpengajarmampumemandudanmenciptakansuasanasehingga proses pembelajaranmotorikbisaberjalandenganbaikdansukses.
Empathalitusalingberkaitanuntukmewujudkan proses pembelajaranmotorik yang optimal. Jikaempathalinitidakmencukupi, makakemungkinanbesarproses pembelajaranmotorikberjalankuranglancarsehinggahasi pun tidakmaksimalataubahkanburuk.

E.     Tahap Perkembangan Siswa dalam Pembelajaran Motorik
Menerapkan teori aplikasi pengajaran motorik disekolah tentu tidak bisa dijalankan secara sembarangan. Sebab , ada persiapan teknis tertentu yang harus dilakukan oleh guru sebelum melakukan pembelajaran motorik bagi siswanya  tugas seorang guru dalam memberikan pembelajaran motorik salah satunya adalah dengan menyusun strategi dan persiapan teknis dalam memberikan pembelajaran.
Persiapan teknis pembelajaran motorik bagi para siswa di sekolah harus disesuaikan dengan yang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Pemahaman terhadap siswa diarahkan kepada persoalan tentang seberapa jauh siswa sudah mengenal keterampilan yang diajarkan dalam pembelajaran motorik. Kemudian demi kelancaran perancangan tugas yang akan diberikan kepada siswa disekolah , guru perlu mengenal tahapan dalam pembelajaran motorik. Misalnya , dalam pelajaran pendidikan jasmani, berdasarkan pengenalan para siswa terhadap pengalaman gerak, pembelajaran motorik dalam pendidikan jasmani dapat dikelompokan dalam tiga tahapan, yaitu :
1.         Tahapan pemahaman konsep gerak
Pada tahapan pertama ini, tugas yang harus dilakukan oleh siswa merupakan tugas yang benar-benar baru . bagi mereka yang mengikuti pembelajaran motorik mereka akan dipersulit oleh berbagai keputusan harus dibuat seperti berikut :
a.    Bagaiman cara berdiri dalam sikap yang baik ?
b.    Dimana  lengan harus disiapkan ?
c.    Kapan geraka harus dimulai ?
d.   Kemana pandangan harus diarahkan ?
Oleh karena itu pada tahapan ini guru harus sering memberikan instruksi, demonstrasi, film, dan informasi lisan lainya yang sangat berguna bagi siswa. misalkan dalam pembelajaran baris-berbaris, maka guru tidaka hanyamemberikan penjelasan mengenai cara berbaris yang baik, melainkan ia juga harus melakukan baris-berbaris dengan mereka agar bisa melihat contoh yang kongkret.
2.         Tahapan gerak (motor stage)
Dalam tahapan ini, mereka telah berhasil memecahkan masalah-masalah pemahaman tentang tugas, instruksi yang diberikan,  atau arahan-arahan yang telah diberikan oleh guru.  Sehingga fokus mereka berpindah ke pengorganisasian pola gerak yang lebih efektif untuk meningkatkan aksi. Misalnya, jika pembelajaran motorik berkaitan dengan senam pagi maka dalam tahapan ini mereka telah menguasai bentuk dan urutan gerak.
Guru bisa melihat indikasi bahwa para siswa sudah memahami serta menguasai bentuk dan urutan gerak dalam gerakan tubuh yang dilakukan oleh para siswa. pasalnya, gerak tubuh merupakan wujud dari penguasaan gerakan.
3.         Tahapan otonom
Tahapan berikutnya dalam pembelajarak gerak motorik disekolah adalah tahapan otonom . tahapan ini akan dimasuki secara bertahap oleh para siswa setelah mereka banyak melakukan latihan. Tahapan otonom meliputi gerakan yang otomatis. Dengan kata lain, ketika para siswa telah memasuki tahapan otonom dalam pembelajaran motorik, mereka akan melakukan gerakan secara refleks tanpa dipikirkan sebelumnya. Pasalnya, gerakan mulai muncul hanya karena ada rangsangan, tanpa instruksi atau arahan dari guru.
Seorang siswa dapat memasuki tahapan otonom dalam pembelajaran motorik di sekolah disebabkan oleh meningkatnya otomatisasi indra dalam menganalisis pola-pola lingkungan. Haal ini dilandasi oleh beberapa pokok yaitu :
a.    Menurunya tuntutan perhatian seorang siswa terhadap cara pelaksanaan gerak. Artinya ia tidak lagi memikirkan lagi cara bergerak, posisi bergerak dan lain-lain
b.    Pada saat yang sama, seorang siswa telah bebas dari kegiatan kognitif tingkat tinggi. Dengan kata lain , untuk melakukan sebuah gerakan ia tidak perlu memikirkannya dengan panjang lebar.
c.    Seorang siswa telah memiliki keyakinan dalam mengambil keputusan gerakan yang akan dilakukanya secara benar.
d.   Seorang siswa juga dapat meningkatkan bentuk dan gaya dalam gerakan ,sehingga setiap gerakan yang dilakukan diiringi dengan dengan penguasaan yang sangat mendalam.
e.    Keyakinan diri dan kemampuan untuk menilai kesalahan sendiri lebih terkembangkan. Artinya, ketika siswa dapat memasuki tahapan otonom dalam pembelajaran motorik disekolah yang disebabkan oleh otomatisasi indra, maka pada saat bersamaan , ia telah mampu merasakan atau mengidentifikasi benar atau tidaknya tindakan yang dilakukan.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran motorik banyak faktor yang  dapat mempengaruhi  hasil pemebelajarann itu sendiri. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran motorik harus diperhatikan tahapan-tahapan  pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Persiapan teknis dalam pembelajaran motorik disekolah harus disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang ada. Keberhasilan mereka dalam memahami dan menguasai keterampilan motorik tergantung pada tahapan-tahapan yang harus dilalui jika mereka berhasil melewati tahapan-tahapan tersebut secara sempurna maka mereka akan berhasil menguasai materi pembelajaran motorik yang diberikan.

B.  Saran
Seorang pendidik harus mengerti betul tentang karakteristik anak didiknya , karena setiap peserta didik mempunyai karakteristik atau kemampuan motorik yang berbeda-berbeda. Oleh karena itu bagi peserta didik harus benar-benar dipersiapkan strategi pembelajaran yang baik untuk meningkatkan kemampuan motorik siswa tersebut demi menunjang keberhasilan seorang anak teresebut didalam pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Decaprio, Richard. (2013). Aplikasi teori pembelajaran motorik di sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Heri Rahyubi. (2012). Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik deskripsi dan tinjauan kritis. Bandung: Nusa media.
Lutan Rusli. (2002). Belajar keterampilan motorik, pengantar teori dan metode. Jakarta : Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan