Entri yang Diunggulkan

Hasil observasi di TK

BAB I PENDAHULUAN A.             Latar Belakang Proses belajar mengajar adalah suatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan, ...

Selasa, 28 Juni 2016

Pertumbuhan Ketebalan Dan Kepadatan Tulang Akibat Latihan Olahraga


ABSTRAK
Makalah ini akan membahas tentang latihan dan perubahan pada tulang. Tulang yang berfungsi sebagai penyangga, pembentuk tubuh harus kuat. Untuk meningkatkan kualitas tulang maka perlu diupayakan melalui latian  olahraga. Terdapat 2 macam Olahraga yang dapat membantu meningkatnya kepadatan tulang yaitu, yang bersifat anaerobic dan aerobik. Pada olahraga anaerobik interval tenyata mampu memberikan pengaruh fisiologis terhadap berbagai organ dan jaringan di dalam tubuh. Anaerobik interval bila dilakukan dengan dosis yang teratur dan terukur teryata mampu meningkatkan kepadatan tulang. Untuk lebih dapat meningkatkan ambang adaptasi, maka pemberian dosis latihan harus memenuhi prinsip overload, progresif dan individual pada setiap masing-masing individu.
Kala kunci: Olahraga, Tulang

PENDAHULUAN
Olahraga sangat penting dalam kehidupan manusia, tentu dalam berolahraga harus    membutuhkan tubuh yang sehat. Seperti kita ketahui bahwa dalam tubuh yang sehat, tentu ada hubungannya dengan tulang. Tulang pada tubuh manusia merupakan benda   yang   hidup,   padat,   dan   keras,   akan   tetapi   elastis. Tulang   mempunyai pemeliharaan saraf, darah, bahkan mempunyai sistem kelenjar getah bening.
Di dalam tubuh manusia selain memiliki tulang juga memiliki otot-otot dan persendian yang memungkinkan tubuh manusia dapat bergerak dan pada saat kita bergerak, kita telah melakukan olahraga. Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektivnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuskolar yang menggerakannya. Elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna (Noer S., 1996)
Tulang-tulang pada manusia membentuk rangka yang berfungsi untuk memberikan bentuk tubuh, melindungi alat tubuh yang vital, menahan dan menegakkan tubuh, tempat pelekatan otot, tempat menyimpan zat kapur, dan tempat pembentukan darah. Kelainan dan gangguan pada tulang dapat menggangu proses gerakan yang normal. Kelaianan dan gangguan ini dapat terjadi karena kekurangan vitamin D, penyakit (arthiritis), kecelakaan, atau karena kebiasaan yang salah dalam waktu yang lama. Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk sistem haveres. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras.Proses pengerasan tulang disebut penulangan atau Osifikasi.
Tulang manusia merupaka struktur paling peting dalam pembentukan rangka tubuh, dimana tulang adalah jaringan yang tumbuh dan hidup secara terus menerus. Tulang juga memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang manusia juga mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel (Tandra, 2009).
Tulang memiliki dua sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan atau merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang) (Compston,2002).

PEMBAHASAN
Struktur Anatomi dan Histologi Tulang
Tulang terdiri lapisan luar, lapisan tulang padat dan tulang berongga. Pada penurunan densitas mineral tulang jauh lebih tipis, sehingga tulang menjadi lemah dan kemungkinan patah tulang meningkat (Compton, 2002) tulang mulai terbentuk sejak kandungan, khususnya pada trimester 3 dan akan terus berkembang hingga mencapai puncak pertumbuhan masa tulang (peak bone mass). Puncak massa tulang biassanya sampai dengan umur 20-35 tahun (jill. dkk,1993 dalam hasye, 2008).
Menurut Munandar (1991: 13-17), tulang-tulang di dalam tubuh manusia membentuk rangka yang berfungsi memberi bentuk pada tubuh,sebagai alat gerak pasif dan sebagai pelindung organ-organ dalam. Bila
tulang dibelah, pada sumbu panjangnya akan tampak bagian dalam tulang. Tulang terdiri atas suatu lapisan luar yang padat yang disebutsubstantia compacta dan lapisan dalam yang longgar yang disebut substantia spongiosa. Di sebelah dalam tulang dilapisi oleh endosteum dan permukaan luarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum ada pada semua tulang kecuali pada ujung-ujung tulang yang dilapisi tulang rawan. Sedangkan bagian tengahnya tipis. Di tengah batang (corpus) tulang panjang terdapat ruang cavum medulare (sumsum tulang) yang berisi sumsum tulang merah dan kuning. Tulang panjang terdapat pada lengan dan tungkai, misalnya tulang femur, humerug radius dan tibia (Pritchard, 1996) [ Cit, sari,2000].
Tulang panjang terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian ujung disebut epifisis, bagian tengah disebut diafisis tersusun atas tulang keras. Bagian antara epifisis dan diafisis disebut cakraepifisis atau metafisis yang terdiri atas tulang rawan dan mengandung banyak osteoblas. Bagian cakraepifisis merupakan bagian yang dapat bertambah panjang terutama dalam usia pertumbuhan (Bowden, S., Aspinall, V. & Cappello, M. 2009)
·  Tulang padat (compact bone)
Merupakan lapisan keras yang terdapat pada bagian paling luar dari tulang. Bentuk ini hampir terdapat pada seluruh tulang panjang.
·  Tulang berongga (spongy bone)
Terdiri atas spikula yang berguna untuk membentuk jaringan berpori. Ruang pada tulang berongga diisi oleh sumsum.
·   Rongga medula (rongga sumsum)
Merupakan rongga yang dikelilingi kortek tulang panjang. Pada hewan muda diisi dengan sumsum merah (jaringan hematopoietik) yang secara bertahap oleh sumsum kuning (lemak) pada hewan tua.
·  Epifisis
Terdapat pada kedua ujung tulang panjang. Ujung yang paling dekat denga tubuh disebut epifisis proksima, dan ujung yang terjauh dari tubuh disebut epiphysis distal.
·  Diafisis
Merupakan batang selinder dari tulang panjang antar dua epifisis.
·  Metafisis
Metafisis tulang dewasa merupakan daerah yang melebar berdekatan dengan epifisis.
·  Epifisis tulang rawan
Lapisan tulang rawan hialin dalam metaphysis dari tulang yang belum matang yang memisahkan diafisis dari epifisis. Ini merupakan satu-satunya daerah pada tulang yang dapat memperpanjang.
·  Artikular tulang rawan
Merupakan lapisan tipis tulang rawan hialin yang menutupi permukaan artikular (sendi) dari tulang.
·  Periosteum 
Adalah membran fibrosa yang menutupi permukaan tulang kecuali apabila artikular tulang rawan berada. Osteoblas (tulang yang memproduksi sel) dari periosteum bertanggung jawab untuk peningkatan diameter tulang, dan aktivitas sel-sel periosteal penting dalam penyembuhan patah tulang.
·    Endosteum 
Adalah membran fibrosa yang melapisi rongga sumsum dan kanal osteonal (osteons) tulang. Erosi tulang yang sudah ada oleh osteoklas (sel-sel penghancur tulang) di endosteum menentukan ukuran rongga sumsum dan ketebalan korteks diaphyseal. Periosteum dan endosteum mengandung osteoblas dan osteoklas.
Tulang pendek berbentuk seperti kubus atau pendek tidak beraturan. Tulang ini mempunyai inti tulang spongiosa yang dikelilingi tulang kompak. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua lapisan tulang kompak, yaitu lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh: tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat. (Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009)
Terdapat tiga macam tulang iregurer yaitu tulang vertebra, tulang telinga dan tulang muka. Tulang vertebra dari cailum spinaris banyak digunakan daram pergerakan tubuh (Pritchard, 1996, cit sari, 2000).

Fungsi tulang
Tulang-tulang pada manusia selain menyusun rangka, juga mempunyai fungsi lain, yaitu ;
a)  Memberi bentuk tubuh
b)  Melindungi alat tubuh yang vital
c)  Menahan dan menegakkan tubuh
d)  Tempat perlekatan otot
e)  Tempat menyimpan mineral
f)   Tempat pembenukan sel darah
g)  Tempat menyimpan energi, yaitu simpanan lemak yang ada disumsum kuning.
Tulang dalam tubuh berhubungan secara erat atau tidak erat. Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Untuk dapat bergerak diperlikan struktur yang khusus (sendi) yang terdapat pada artikulasi. Terbentuknya sendi dapat dimulai dari kartilago didaerah sendi. Mula-mula kartilago lalu kedua ujungnya akan diliputi jaring ikat. Kemudian kedua ujung kartilago membentuk sel-sel tulang, keduanya diselaputi sendi (membran sinovial) yang liat dan menghasilkan minyak pelumas tulang yang disebut minyak sinovial. (Irianto, K. 2004)
Komponen pembentuk Tulang
Secara mikroskopis tulang terdiri dari bahan organik 30% minera I Taa/odan air
(Tjokroprawiro, 2000).
1.Bahan organik tulang
Bahan organik mempunyai komposisi : Matrik gg% yang terdiri atas kolagen (gs%) dan protein non-koragen (i%) antara rain osteokarsin, osteonektin, proteogrikan, sikroprotein, protein morfogenik, proteoripid dan fosfoprotein. sel tulang menyusun bahan organik tulang sebesar 2 % dan terdiri atas osteobras, osteosit dan osteokras (Tjokroprawiro, 2000).
2. Mineral
Salah satu penyusun utama tulang dihasilkan dari proses mineralisasi tulang yaitu hidroksiapatit. Mineral sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit95%). suatu kristal kalsium fosfat. Minerar tulang juga rnengandung karbonat,Mg, K, F dan Cl (Tjokroprawiro, 2000).




Sel Tulang
Osteoblas
Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osifikasi. Osteoblas dijumpai pada permukaan luar tulang dan di rongga-rongga tulang. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau yang disebut matriks. Apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang, tetapi apabila jaringan tidak mengandung kalsium (tidak terjadi kalsifikasi) maka disebut osteoid. Osteoblas berperan dalam sintesis kolagen untuk membentuk matriks tulang juga mengatur konsentrasi ion kalsium pada matriks tulang melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (Corwin, 2008; Rasjad, 2007).
Osteoblas berhubungan satu sama lain dan dengan osteosit melalui sito-plasma atau prosesus seluler kanalikuli matrik tulang (Vigorita, 1999). Prosesus sitoplasma osteoblas meluas melalui matrik osteoid yang berhubungan dengan osteosit di dalam matrik bermineral.    
         Osteoblas mengatur konsentrasi ion kalsium pada matrik melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (Bostom, 2000).  Difusi karsium dari osteobras ke matrik dilakukan oreh bundte dari filamen tipis yang terdapat pada tonjolan- tonjolan osteoblas (Resnick, 1995).



Osteosit
Osteoblas dapat menghasilkan zat-zat interseluler organik atau matrik, dimana kemudian dapat terjadi karsifikasi. Jaringan yang tidak mengalami pengapuran, karena mempunyai kesamaan mikroskopis dengan turang disebut osteoid' setelah osteoblas dikelilingi oleh produk zat interselulernya sendiri, osteobras tersebut berada di daram rakuna dan disebut osteosit (Salter, 1983 ). Osteosit adarah sel tulang yang tertanam datam matriks yang termineralisasi.
          Dengan bertambahnya minerarisasi, organel-.organel ini menjadi sulit dibedakan sehingga osteosit diidentifikasi dengan mikroskop cahaya melalui penampakan nukreusnya yang terang/jeras (Vigorita. 1999). Osteosit mampu mensintesa matrik tulang walau kemampuannya kurang dibanding osteobras dan terribat dalam resorbsi turang melarui proses yang disebut osteocytic osfeolysrs (Resnick, 1995).

Osteoklas
Osteoklas merupakan sel fagositik besar yang berinti banyak (50 inti) yang melakukan proses resorbsi atau penyerapan tulang secara kontinu. Osteoklas pada keadaan normal bekerja aktif di daerah permukaan tulang. Osteoklas mengeluarkan tonjolannya yang menyerupai vili kearah tulang, yang membentuk suatu permukaan bergelombang yang berdekatan dengan tulang. Vili mengsekresikan zat (1) enzim proteolitik, yang dilepaskan dari lisosom dan (2) asam laktat dan asam sitrat yang dilepaskan dari mitokondria dan Universitas Sumatera Utara vesikel sekretoris. Enzim proteolitik tersebutlah yang akan memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga mineral tulang seperti kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Guyton, 2000; Carter, 1992).
Kalsium untuk pembentukan tulang Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah diresapi oleh garam-garam mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Tulang menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah yang adekuat dari protein dan mineral keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang normal. Kalsium dan fosfat, apabila dikombinasikan, ia membentuk kristal Universitas Sumatera Utara hidroksiapatit. Garam ini membentuk kristal yang ukurannya 20 per 3 – 7 nm. Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang (Ganong W.F 1983). Selain itu,pengerasan adalah pembentukan tulang oleh kegiatan osteoblast dan osteoklas dan penambahan garam mineral dan senyawa. Kalsium harus tersedia untuk osifikasi .Osteoblast tidak membuat mineral ini, tetapi harus mengambil kalsium dari darah dan mendepositkan di tulang. Secara khusus, serat kolagen dan garam kalsium yang membantu memperkuat tulang. Bahkan, serat kolagen dari tulang memiliki kekuatan tarik yang besar (kekuatan untuk menahan peregangan), sementara garam kalsium,memiliki kekuatan kompresi besar (kekuatan untuk menahan pemerasan). Tambahan pula,pembangunan tulang bukan sahaja dipengaruhi oleh kalsium dan serat kolagen malah asupan gizi, paparan sinar matahari, sekresi hormon, dan latihan fisik juga memainkan peranan penting dalam pembentukan tulang. Sebagai contoh, paparan kulit dengan sinar ultraviolet matahari membantu perkembangan tulang, karena kulit dapat memproduksi vitamin D apabila terkena radiasi tersebut. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsiu di usus kecil. Dengan tidak adanya vitamin ini, kalsium kurang diserap, matriks tulang kekurangan kalsium, dan tulang-tulang cenderung patah atau sangat lemah. Vitamin A dan C juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang normal.

Kepadatan Tulang
Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang meningkat selama periode pertumbuhan wanita, dan tetap berlangsung walaupun pertumbuhan tulang telah berhenti.
Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun. Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk tulangtulang trabekular ( antara lain tulang belakang ) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85–90 tahun (Rahman IA dkk). Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun pada tulang belakang yaitu 1–8% pertahun dan pada leher tulang paha terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5–5% pertahun. Kehilangan tulang pada 5–10 tahun setelah mengalami menopause sebesar 0,5% pertahun (Riggs BL dkk). Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40–50 % jumlah tulang secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20–30 % (Rahman IA, dkk).
Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap cm2 tulang yang diukur dengan alat bone densimeter (Seya, 2010). Dalam masa pertumbuhan ukuran tulang, kandungan kalsium dan kebutuhan kalsium meningkat. Setelah pertumbuhan terhenti, kemungkinan fase dimana penambahan jumlah tulang dan kalsium (puncak penambahan massa tulang/ peak bone mass) akan tetap bertambah sampai usia sekitar 30 tahun (Fikawati,  R.,  Syafiq,  2007)
Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga agar anda tetap sehat, meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan mengurangi stres. Penelitian membuktikan bahwa orang yang berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Terdapat tiga kategori jenis latihan yaitu latihan kardiovaskular, beban, dan latihan kelenturan. Latihan kardiovaskular dikenal dengan latihan aerobik.
Latihan ini menggunakan otot-otot besar. Jenis latihannya adalah berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Tipe latihan ini akan memacu tubuh anda untuk menggunakan oksigen lebih efisien dan meningkatkan asupan maksimum nutrisi dan oksigen untuk jantung, paru-paru, dan sistim sirkulasi. Latihan beban dan kelenturan dikenal dengan latihan anaerobik. Latihan anaerobik tidak memiliki keuntungan seperti latihan kardiovaskular namun membuat otot dan tulang lebih kuat.
Latihan kelenturan dilakukan untuk melatih tonus otot melalui stretching sehingga dapat mencegah gangguan otot dan sendi di kemudian hari. Latihan yang seimbang adalah latihan dengan mengkombinasikan keduanya.
Pengaruh Latihan Fisik terhadap Massa Tulang
Latihan fisik menstimulasi osteoblas dengan adanya arus listrik yang dihasilkan ketika stress mengenai tulang, terutama bagian permukaan periosteal tulang. Latihan fisik juga meningkatkan struktur tulang selama masa pertumbuhan dan mengurangi kehilangan massa tulang pada individu usia lanjut (Corwin, 2008). Latihan fisik yang berkelanjutan dapat menyebabkan peningkatan massa tulang regional. Faktor nutrisi, terutama asupan kalsium yang cukup sangat menentukan dalam puncak massa tulang. Penelitian retsospektif menunjukkan bahwa individu dengan asupan kalsium yang tinggi pada masa pertumbuhan memiliki puncak massa tulang yang lebih tinggi dikemudian hari. Puncak massa tulang merupakan tingkatan tertinggi dari densitas Universitas Sumatera Utara mineral tulang, kandungan mineral tulang (Bone Mineral Content) atau massa tulang (Bone Mass). Puncak massa tulang yang rendah akan memudahkan terjadinya osteoporosis dan fraktur tulang pada saat usia lanjut. Puncak massa tulang dicapai pada usia 20-30 tahun, setelah itu akan menurun, dimana terjadi proses penuaan, absorpsi kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat sehingga kalsium tulang mulai berkurang (Karlsson et al., 2008; Johnston, 1993; Masyitha, 2006). Latihan fisik berupa aktifitas berenang memberikan dampak yang menguntungkan bagi kesehatan tulang pada wanita muda. Sedangkan latihan fisik dengan intensitas yang sangat rendah tidak dapat menstimulasi osteoblas sehingga tidak akan memberikan dampak pada tulang (Duhe, 2003).

Hormon Yang Berpengaruh Pada Tulang
Hormon berasal dari bahasa Yunani, yaitu horman yang artinya “yang menggerakkan”, jadi hormon  adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antarkelompok sel. Hormon merupakan suatu kelompok heterogen pesan-pesan kimia yang berperan mengkoordinasi aktifitas berbagai jaringan dalam tubuh. Hormon adalah suatu pesan kimia yang disintesa pada sel-sel khusus dan ditranspor ke sel sasaran yang jauh letaknya melalui darah. Kebanyakan hormon disekresi langsung ke sirkulasi. Akan tetapi, beberapa hormon disekresi oleh jaringan yang secara primer bukan jaringan endokrin. Hormon lainnya disekresi oleh lebih dari satu jaringan. Suatu jaringan merupakan sasaran untuk hormon tertentu hanya bila jaringan tersebut mengandung protein reseptor spesifik yang mengikat hormon dan menimbulkan respon selular. Hormon mengatur aktifitas jaringan sasarannya melalui 2 cara umum: (1) dengan mengatur aktivitas protein yang sudah ada dalam sel pada saat kerja hormonal, dan (2) dengan mengatur sintesis atau degradasi protein. (S.Colby.1999:263)
Hormon pertumbuhan adalah Hormon pertumbuhan manusia atau yang biasa disebut dengan HGH (HumanGrowth Hormon) adalah suatu hormon anabolik yang berperan sangat besar dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh, terutama pada masa anak-anak dan puberitas. Growth Hormon berperan meningkatkan ukuran dan volume dari otak, rambut, otot danorgan-organ di dalam tubuh. HG bertanggung jawab atas pertumbuhan manusia sejak dari kecil sampai dia tumbuh besar. Setelah manusia sudah bertumbuh besar, bukan berarti hormon ini tidak berguna, akan tetapi hormon ini bertugas untuk menjaga agar organ tubuh tetap pada kondisi yang prima.
HGH yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary pertama-tama mengalir melalui pembuluh darah menuju ke organ hati. Di dalam hati, HGH dirubah menjadi IGF 1 (insulinlike Growth Factor 1). Lalu melalui peredaran darah pula, IGF 1 dialirkan keseluruh organ-organ yang ada di tubuh manusia. Sekresi hormon pertumbuhan secara fisiologis diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan factor pengelepas hormon pertumbuhan (GHRF = growth hormon releasing factor) yang merangsang sekresi hormon pertumbuhan. Selain itu dalam hipotalamus juga dijumpai somatostatin (GH-RIH =growth hormon releasing inhibitory hormon) yang menghambat sekresi.
Demikian hipotalamus memegang peran dwifungsi dalam pengaturan hormon ini. Oleh karena itu bila kelebihan dari hormon pertumbuhan terjadi sesudah masa dewasa muda maka tinggi orang itu tidak akan bertambah. Dari hasil penelitian dapat digambarkan peningkatan kepadatan tulang akibat latihan anaerobic interval sebagai berikut:
Berprestasi dalam pertandingan renang, senam ,mempunyai kepadatan tulang lebih besar bila disbanding dengan anak perempuan yang tidak berolahraga. (Kalssel C. et al, 1996).
(Magill A. Richard. 1982) menyatakan bahwa pengaruh latihan dapat meningkatkan ukuran tulang,massa tulang dan kepadatan tulang. Chow dalam penelitian yang dikutip oleh Roeshadi (1996), melakukan evaluasi selama 1 tahun mendapatkan kelompok dengan latihan aerobik dan anaerobik di tambah strength menunjukkan massa tulang lebih tinggi dari kontrol. Pengurangan frekuensi dan intensitas latihan menyebabkan massa tulang kembali ke tingkat awal. Aktivitas fisik mempunyai peranan yang penting dalam pencegahan osteoporosis dan merupakan cara pencegahan yang menyenangkan, dan dengan mudah melakukannya pula (Dolsky et al 1992).
Berdasarkan kajian yang telah diuraikan diatas, maka latihan anaerobik interval sebagai sfressor akan mempengaruhi hypothalamus, dan memacu anterior pituitary untuk mensekresi selaniutnya hypothalamus akan memacu  growhlh hormone. Hormon pertumbuhan (Growlh Hormone) tersebut melalui IGF-1 akan mempengaruhi kinerja selosteoblast menjadi semakin meningkat' Sehingga pembentukan tulang akan lebih tinggi dibandingkan dengan proses dengan latihan Anaerobik lnterval yang teratur, terarah, dan resorbsi tulang. Dengan latihan Anaerobik interval yang teratur, terarah dan terprogram dengan frekuensi 3 kali perminggu diharapkan dapat  meningkatkan kepadatan tulang pada hewan coba tikus putih jenis albino wistar.

KESIMPULAN
Organ tubuh memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Dengan tatihan selama 6 - 8 minggu terah merangsang terjadinya adaptasifisiorogis. Latihan selama I minggu dengan frekuensi 3 k€li perminggu lelih merangsang terjadinya peningkatan kepadatan tulang dibandingkan dengan latihan selama 4 minggu. untuk memberikan latihan agar lebih merangsang terjadinya sebuah peningkatan, maka latihan harus selalu memegang prinsip-prinsip latihan dan lebih memperhatikan pemberian dosis latihan. Dosis latihan yang diberikan sebaiknya diberikan secara terencana terukur, dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA
Binkley T, Specker B. Increased periosteal circumference remains present 12 months after an exercise intervention in preschool children.
Bone 2004;35:1383-8.
Bowden, S., Aspinall, V. & Cappello, M. (2009) Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology Revision Aid Package: Workbook and Flashcards. London: Butterworth-Heinemann.
Carter  MA,  Alih  Bahasa    Dr.  Peter  Anugrah,  1992.    Anatomi  dan  Fisiologi  Tulang  dan Sendi  dalam  Patofisiologi  Konsep  Klinis  Proses-Proses  Penyakit.  Edisi  IV.  1175- 1178.
Compston, J. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Osteoporosis. Jakarta: Dian Rakyat.
Corwin EJ, 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 327-331.
Corwin,  E.J.  (2008).  Handbook  Of  Pathophysiology,  Third  Edition,  The  Ohio   State University. Columbus. Hal 303.
Duhe SA. 2003. Swimming versus Voluntary Running Exercise on Bone Health in Ovariectomized Retired Breeder Rats. (Tesis). Available from: http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-0626103-161512/unrestricted/Duhe thesis.pdf. [cited 2009 Dec. 31].
Dolsky RL, Newman J, Fetzek JR, Anderson RW. Liposuction. History, techniques, and complications. Dermatol Clin 1987;5:313‑33.
Elizabeth  A.  Krall  &  Bess  Da Wson-Hughes (1993). Heritable  and  Life-style  Determinants  of Bone  Mineral  Density. Journal  Of  Bone  And  Mineral  Research. Volume  8, Number  1.
Engelke Æ W. Kemmler . D. Lauber . C. Beeskow R. Pintag .A., et al. (2006) Exercise maintains bone density at spine and hip EFOPS: a 3-year longitudinal study in early postmenopausal women. Kalender. Osteoporos Int 17: 133–142.
Fikawati,  R.,  Syafiq,  2007.  Gambaran  Konsumsi  Kalsium  Remaja.  Dalam: Fikawati, R. & Syafiq (eds). 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas Indonesia, Jakarta:253-263.
Fung EB, Samson-Fang L, Stallings VA, Conaway M, Liptak G, Henderson RC, et al. Feeding dysfunction is associated with poor growth and health status in children with cerebral palsy. J Am Diet Assoc 2002;102: 361-73.
Ganong WF, 1999. Review of Medical Physiology. 19- adetion. Stamford: Appleton & Large, pp 365-369, 385.
Guyton  AC,  2000.  Alih  Bahasa  Irawati.  Buku  Ajar  Fisiologi  Kedokteran.  Jakarta.    EGC. 11: 1029-1041.
Harcke TH, Taylor A, Bachrach S, Miller F, Henderson RC. Lateralfemoral scan: an alternative method for assessing bone mineral density in children with cerebral palsy. Pediatr   Radiol 1998;28:241-6.
Hartmut Krahl, Ulf Michaelis, Hans-Gerd Pieper, Gerhard Quack and Michael Montag Am., et.al. (1994) Stimulation of Bone Growth Through Sports: A Radiologic Investigation of the Upper Extremities inProfessional Tennis Players  Sports Med, 22; 751.
Hasye, reza amelia. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenis paa mahasiswa FKM UI Tahun 2008 (skripsi). Fakultas kesehatan masyarakat, Universitas Indonesia.
Henderson RC, Lark RK, Kecskemethy H, Miller F, Harcke TH, Bach-rach SJ. Bisphosphonates to treat osteopenia in children with quadriplegic cerebral palsy: a randomized, placebo-controlled clinical trial. J Pediatr 2002;141:644-51.
Henderson RC, Lark RK, Gurka MJ, Worley G, Fung EB, Conaway M, et al. Bone density and metabolism in children and adolescents with moderate to severe cerebral palsy. Pediatrics 2002;110:e5.
Irianto,  K.  dan  Waluyo,  K.  2004.  Gizi  dan  Pola  Hidup  Sehat.  Yrama  Widya:Bandung.
Kathleen Mayes. (1987). Brittle Bone and The Calcium Crisis. U.K: Biddies Limited.
Magill A. Richard. 1982. Motor Learning Concepts and Applications. Dubuque, Iowa: WM. C. Brown Publishers.
Mark R. Forwood & David B. Burr (1993).Physical activity and bone mass: exercises in futility. Bone and Mineral, 21 (1993) 89-112.
Munandar A. (1991). Ikhtisar Anatomi Gerak dan Ilmu Gerak. Jakarta: EGC.
Murphy DJ, Hope PL, Johnson A. Neonatal risk factors for cerebralpalsy in very preterm babies: case-control study. BMJ 1997;314:404.
Noer, S., 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Gaya Baru.
Parfitt AM. (1994). The two faces of growth: benefits and risks to bone integrity.Osteoporosis Int;4:382-98.
Pharoah PO, Cooke T, Cooke RW, Rosenbloom L. Birthweightspecific
trends in cerebral palsy. Arch Dis Child 1990;65:602-6.
Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009. Biologi Kelas XI untuk SMA dan MA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 386.
Rachmah, L.A. (2000). ”Osteopotesis Melalui Diet dan Mill”. Jurnal Olahraga Volume 6, hlm      60-72. 
Rasjad C, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit PT Yarsif Watampone. 6-11.
Resnick D, 1995, Diagnosis of Bone and Joint Disordiers. 3rd edition. Philadelphhia: WB Sounders Company.
Rosseta Reitz. (1993). Menopause. Jakarta: Bumi Aksara.
Sari GM, 2001. Pengaruh Pemberian Ekstrak kedelai  (Glicine Max) disbanding Estrogen Konjungsi Terhadap Kepadatan Tulang Tikus Putih (I?attzlx norvegicus). Thesis, Program Pascasarjana, Surabaya, hlm 6-7, 13-18,69.
S.Colby. 1999. Ringkasan Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Seya, IP, 2010. Kalsium.  http://ikaputriseya.blogspot.com/2010/03/kalsium.html, 28 Desember 2010.
Siti, M., Asrin, M.N., Welas, H.,et al.(2010). Efektifitas Frekuensi Latihan Dalam Meningkatkan Kepadatan Masa Tulang Pada Wanita Menepose. Jurnal UNIMUS, 26,85-94.
Specker B, Binkley T. Randomized trial of physical activity and calcium supplementation on bone mineral content in 3- to 5-year-old children. J Bone Miner Res 2003;18:885-92.
Tandra H. 2009. Osteoporosis. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Tjokoprawiro, Askandar. 2000. Dabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi, Edisi Ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Vigota VJ, Ghelman B (1999). Ortopaedic Pathology. Phyladelpia: Lippicot William & Wilkins, pp 1-19, 23,99. 

PENGARUH AKTIVITAS FISIK TERHADAP FUNGSI TUBUH MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot – otot yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas-aktivitas manusia memerlukan energi yang besarnya tergantung pada besar dari beban kegiatan yang dilakukan dan kemampuan fisik dari masing-masing individu. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Aktivitas fisik merupakan kerja fisik yang menyangkut sistem lokomotor tubuh yang ditujukan dalam menjalankan aktivitas hidup sehari-harinya, jika suatu aktivitas fisik memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan aturan tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan gerakan dan lain-lain disebut latihan.
Olahraga merupakan salah suatu aktivitas fisik yang teratur dan terstruktur untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Pada dasarnya, olahraga tidak sekedar menggerakkan anggota tubuh, tetapi segala bentuk kegiatan olahraga ini mempunyai fungsi masing-masing. Misalnya, seorang atlet lari yang ingin melatih kekuatan otot kaki tidak mungkin juga akan melatih otot lengan karena dianggap tidak efisien waktu dan kurang spesifik latihannya. Jadi suatu gerakan pastilah mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut akan tercapai apabila gerakan tersebut dilakukan dengan benar dan tepat. Analisis gerakan dilakukan berpedoman menggunakan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga. Dengan mempelajari ilmu anatomi dan fisiologi olahraga dapat diketahui sistem alat gerak apa yang akan digunakan dan pengaruh gerakan terhadap organ tubuh, jadi tujuan latihan yang dilakukan optimal dan mengena pada sasaran.
            Dengan berolahraga akan terjadi perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh. Perubahan pada organ-organ tubuh ini bisa terjadi karena akibat pengaruh dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Dari perubahan yang terjadi bisa dianalisis menggunakan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga, sehingga bisa diketahui sistem organ tubuh apa yang bekerja lalu perubahan organ-organ tubuh seperti apa yang terjadi. Setelah gerakannya dianalisis, hasilnya bisa untuk menentukan program latihan. Program latihan yang baik adalah program latihan mampu merangsang fungsi organ tubuh, selain itu juga memperhatikan beberapa prinsip dasar latihan, diantaranya: prinsip beban berlebih, tahanan berlebih, susunan berlebih, spesifitas, latihan beraturan, kembali keasal, dan individualitas.  
Dilihat dari sisi anatomi, aktivitas fisik berupa olahraga menimbulkan gerakan yang dapat dianalisis bahwa gerakan tersebut terjadi karena sistem alat gerak. Lalu muncul pertanyaan,”Bagaimana bisa terjadi gerakan?” jika pertanyaannya seperti itu maka hanya bisa dijawab dengan ilmu anatomi. Banyak sekali cakupan dalam Anatomi tubuh manusia, yang sering kita kenal adalah susunan tulang, sendi, serta arah pergerakannya. Padahal dalam cakupan yang luas anatomi manusia meliputi system alat gerak, system syaraf, system indera, system pernafasan, system pencernaan, system peredaran darah, system ekskresi, serta system reproduksi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, agar lebih spesifik jawabannya maka bisa menggunakan ilmu anatomi dengan cakupan sistem alat gerak. Sistem kerja gerakan manusia terjadi karena ada otot yang bekerja, otot akan berkontraksi atau berkerut. Dasar terjadinya kontraksi adalah adanya elemen kontraktil otot (aktin dan myosin) sebagai respon terhadap adanya impuls syaraf motorik yang diterima oleh motor end plate  yang akan menimbulkan terjadinya pemendekan fibra otot. Adanyya pemendekan fibra otot akan menimbulkan pemendekan dari fasciculi yang pada akhirnya terjadi kontraksi otot (gerak). Dilihat dari otot dapat menimbulkan gerakan terhadap suatu sendi, maka otot harus berkontraksi dan menyilangi sendi. Arah gerakan tergantung aksis sendi yang disilangi. Bila otot menyilangi aksis transversal maka akan menimbulkan gerakan antifleksi-dorsofleksi atau fleksi dan ekstensi. Bila otot menyilangi aksis sagital maka akan menimbulkan gerakan adduksi-abduksi, dan bila otot menyilangi aksis longitudinal akan menimbulkan gerakan rotasi (eksorotasi-endorotasi, atau pronasi-supinai).
Dilihat dari sisi fisiologi, aktivitas fisik berupa olahraga menimbulkan perubahan terhadap organ-organ tubuh manusia. Perubahan yang terjadi misalnya terjadi efesiensi kerja jantung, peningkatan elastisitas pembuluh darah, peningkatan kapasitas paru-paru, meningkatnya kekuatan, kelentukan, dan daya tahan otot, dll. Hal tersebut perlu disadari dan dipahami bahwa perubahan fungsi organ-organ tubuh dikarenakan pengaruh melakukan pelatihan olahraga, baik untuk tujuan kesehatan maupun untuk tujuan prestasi. Peningkatan kemampuan dasar (kemampuan fisik) dan kemampuan keterampilan (kemampuan teknik) menjadi tuntutan latihan kecabangan olahraga untuk mencapai tingkat kemampuan yang maksimal. Peningkatan kemampuan sampai batas maksimal akan menimbulkan perubahan fungsi organ-organ tubuh yang besar pula, maka perubahan fungsi organ-organ tubuh itu akan menimbulkan faktor resiko terjadinya cedera. Dengan penerapan ilmu fisiologi, aktivitas fisik atau pelatihan akan dilakukan secara aman dan efisien, tanpa kekhawatiran akan terjadi cedera karena pelatihan direncanakan dan dilaksanakan dengan ilmiah dan akurat.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1.        Apa hakikat ilmu anatomi dan fisiologi dalam olahraga?
2.        Apa pengaruh aktivitas fisik terhadap fungsi organ tubuh jika dilihat menggunakan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga?
3.        Bagaimana prinsip dasar latihan yang menerapkan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja dan bagaimana pengaruh aktivitas fisik terhadap fungsi organ tubuh jika dilihat menggunakan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga sehingga dapat diketahui prinsip dasar dalam membuat program latihan.
D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.        Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui tentang pengaruh aktivitas fisik terhadap fungsi organ tubuh jika dilihat menggunakan ilmu anatomi dan fisiologi olahraga sehingga dapat diketahui prinsip dasar dalam membuat program latihan.
2.        Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan tentang ilmu anatomi dan fisiologi olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
           Mempelajari tubuh manusia melibatkan beberapa ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu menyumbangkan pengetahuan untuk melengkapi pemahaman tentang bagaimana tubuh manusia dapat bekerja dan apa yang terjadi seandainya tubuh kita terluka, sakit, atau berada dibawah tekanan tertentu.
Dua cabang ilmu di antaranya yang dapat membantu memahami bagian tubuh kita beserta fungsinya adalah Anatomi dan Fisiologi tubuh manusia. Anatomi mengacu pada studi tentang struktur dan hubungan antara struktur. Fisiologi mengacu pada fungsi-fungsi bagian tubuh, yaitu bagaimana bagian tubuh itu bekerja. Dengan begitu fisiologi tidak dapat dipisahkan dari anatomi, oleh karena itu untuk mempelajari dan memahami tubuh manusia, kita harus mempelajari struktur dan fungsi secara bersama-sama, sehingga kita akan dapat melihat bagaimana setiap struktur tubuh telah tercipta untuk suatu fungsi tertentu. Struktur bagian seringkali menentukan fungsi yang akan tampil, sebaliknya fungsi seringkali mempengaruhi ukuran, bentuk, serta kondisi kesehatan struktur (Soedjono Basoeki, 1988: 1).
1.   Olahraga
Santoso Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik (2013: 36) menyatakan bahwa olahraga adalah budaya manusia, artinya tidak dapat disebut ada kegiatan olahraga apabila tidak ada faktor manusia yang berperan secara ragawi/pribadi melakukan aktivitas olahraga itu. Contoh: aduu domba bukan olahraga karena manusia tidak berperan secara ragawi dalam adu itu. Manusia hanya sebagai penyelenggara. Tetapi tinju, pencak silat, karate, dan sejenisnya adalah olahraga, karena memang manusia melakukan itu secara ragawi, secara pribadi, artinya atas kemauan sendirir. Balap (ber) kudaa adalah olahraga, karena kuda tidak berlari atas kemauan sendiri, tetapi menuruti kemauan//kendali sang joki.
Santoso Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik (2013: 37) juga memberikan gambaran olahraga dari sudut pandang Ilmu Faal Olahraga, Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sesuai dengan tujuannya melakukan olahraga. Santoso Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik (2013: 37) membedakan olahraga berdasarkan sifat atau tujuannya yaitu:
·         Olahraga prestasi                                 Olahraga sebagai tujuan
·         Olahraga rekreasi
·         Olahraga kesehatan                             Olahraga sebagai alat untuk mencapai
·         Olahraga pendidikan                           tujuan
Dilain pihak J.S.Husdarta (2011 :148-149) menjelaskan penggolongan istilah olahraga yang ditinjau dari tujuannya, diantaranya sebagai berikut:
1.      Olahraga pendidikan
Ketika seseorang atau sekelompok orang melakukan olahraga dengan tujuan pendidikan maka semua aktivitas gerak diarahkan untuk memenuhi tuntutan tujuan-tujuan pendidikan. Olahraga yang bertujuan untuk pendidikan ini identik dengan aktivitas pendidikan jasmani yaitu cabang-cabang olahraga sebgai media pendidikan.
2.      Olahraga rekreasi
Olahraga rekreasi adalah sesuatu kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang sehingga pelaku memperolah kepuasna secara emosional seprti kesenangan, kegembiraan, kebahagiaan, serta memperoleh kepuasan secara fisik fisiologis seperti terpeliharanya kesehatan dan kebugaran tubuh, sehingga tercapainya kesehatan secara menyeluruh.
3.      Olahraga prestasi
Olahraga prestasi adalah kegiatan olahraga yang dilakukan den dikelola secara professional dengan tujuan untuk memperolah prestasi yang optimal pada cabang-cabang olahraga yang merupakan olahraga prestasi.
4.      Olahraga rehabilitasi/kesehatan
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk pengobatan atau penyembuhan biasanya dikelola oleh tim medis dan hanya untuk kelompok tertentu seperti penderita penyakit jantung, kornea, penderita asma, penyembuhan setelah cidera, dan penderita penyakit lainya yang dianjurkan oleh dokter.
            Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan, artinya harus selalu diulang dan diulang. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya, maupun kemampuannya bersosialisasai dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or daripada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson: Children in sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A and Fitch,K.D., 1992, dikutip  Santoso Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik, 2013: 87-88)

2.   Anatomi
Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh manusia, berasal dari bahasa Yunani “ana” yang berarti habis atau ke atas dan “tomos” yang berarti memotong atau mengiris. Maksudnya Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh (manusia) dengan cara menguraikan tubuh (manusia) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai bagian yangpaling kecil, dengan cara memotong atau mengiris tubuh (manusia) kemudian diangkat, dipelajari, dan diperiksa menggunakan mikroskop (Tim Anatomi FIK UNY dalam diktat Anatomi Tubuh Manusia).
Menurut Evelin Pearce (1973) di dalam buku terjemahan Sri Yuliani Handoyo (1983: 1) Anatomi atau ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu sama lain. Anatomi regional mempelajari menurut letak geografis bagian tubuh. Dan setiap region atau daerah, misalnya lengan, tungkai, kepala, dada, dan seterusnya ternyata terdiri atas sejumlah struktur atau susunan yang umum didapati pada semua region. Struktur itu ialah tulang, otot, saraf, pembuluh darah dan seterusnya. Dengan dassar penelaahan seperti itu maka dijumpai sejumlah sistem jaringan yang berbeda-beda. Tentang hal itu semuanya dikelompokkan bersama dan diterangkan dalam bab Anatomi Sistematik.
 Mempelajari letak dan hubungan satu bagian tubuh tidak dapat terpisahkan dari pengamatan tentang kegunaan setiap struktur dan sistem jaringannya. Hal ini membawa kita ke penggunaan istillah anatomi fungsionil yang bertalian erat dengan fisiologi atau ilmu faal. Kemudian diketahui bahwa ada struktur-struktur tertentu yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Maka diperkenalkanlah istilah anatomi makroskopik untuk membedakannya dari anatomi mikroskopik yang memerlukan penggunaan mikroskop. Bertalian erat dengan anatomi ialah histologi atau ilmu tentang struktur halus dari tibuh dan sitologi ilmu tentang sel (Evelin Pearce (1973) di dalam buku terjemahan Sri Yuliani Handoyo, 1983: 1)
Anatomi tubuh manusia adalah serangkaian pengetahuan tentang susunan dari bagian-bagian beserta perlengkapan tubuh membentuk suatu sistem fungsional dalam keadaan normal (Syaifuddin, 2011:1).
Menurut Syaifuddin (2011:7) struktur anatomi tubuh manusia dibagi menjadi:
1.      Struktur anatomi makroskopis
Pembagian anatomi dari atas ke bawah meliputi:
a.       Kepala
b.      Leher
c.       Badan
·         Rongga dada
·         Rongga perut
·         Rongga pelvis
d.      Anggota gerak
·         Anggota gerak atas
·         Anggota gerak bawah
2.      Struktur anatomi mikroskopis
a.       Sel adalah bagian terkecil dari makhluk hidup (tubuh manusia) yang tidak bisa dilihat dengan mata dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop.
b.      Jaringan adalah sekumpulan sel yang serupa bentuk, besar, dan pekerjaannya yang terikat menjadi satu.
c.       Organ adalah sekumpulan bermacam-macam jaringan yang menjadi satu dan mempunyai fungsi khusus
d.      Sistema (susunan tubuh) adalah suatu susunan dari organ-organ yang mempunyai pekeerjaan tertentu. Sistema terdiri atas:
·         Sistem kerangka dan otot (muskuloskeletal)
·         Sistem pernapasan (respiratori)
·         Sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
·         Sistem pencernaan (digestif)
·         Sistem kelenjar buntu (endokrin)
·         Sistem perkemihan(urinaria)
·         Sistem reproduksi
·         Sistem persarafan (nervosa)
·         Sistem pegnindraan
·         Sistem kulit (integumen)
Tim Anatomi FIK UNY membatasi bahwa Anatomi untuk memperdalam atau memahami ilmu gerak adalah anatomi macroscopia (makroskopis) yang tergolong dalam anatomi systematica yang meliputi:
1.      Osteologi
Cabang ilmu dari anatomi yang mempelajari tentang tulang.
2.      Arthrologi
Cabang ilmu dari anatomi yang mempelajari tentang sendi.
3.      Myologi
Cabang ilmu dari anatomi yang mempelajari tentang otot.
4.      Anatomi Regional
a.       Extremitas Superior
Mempelajari alat gerak anggota badan bagian atas
b.      Extremitas Inferior
Mempelajari alat gerak anggota badan bagian bawah
c.       Trunchus
Mempelajari alat gerak batang badan
Prinsip-prinsip terjadinya suatu gerakan menurut Tim Anatomi FIK UNY diantaraya:
1.    Untuk dapat menimbulkan gerakan, otot harus “berkontraksi” dan harus menyilangi sendi, kecuali otot-otot yang melekat pada kulit atau organ tubuh seperti otot wajah.
2.    Gerakan oleh kontraksi otot terjadi dari insersio menuju ke origo.
3.    Sendi bisa hanya mempunyai satu aksis, tetapi bisa juga mempunyai lebih dari satu aksis.
4.    Posisi persilangan otot terhadap aksis sendi berpengaruh pada arah gerakan sendi pada aksis tersebut.
Misalnya:
·      Aksis Sagital menimbullkan gerakan adduksi-abduksi
·      Aksis Transversal menimbulkan gerakan fleksi-ekstensi, atau antifleksi-dorsofleksi
·      Aksis Longitudinal menimbulkan gerakan eksorotasi-endorotasi, atau pronasi-supinasi
5.    Otot dapat menyilangi lebih dari satu aksis, sesuai dengan jumlah aksis pada sendi yang disilanginya.
6.    Otot juga dapat menyilangi satu sendi (monoarticuler), atau lebihdari satu sendi (poliarticuler). Otot yang menyilangi dua sendi lebih cepat mengalami kelelahan (insufisiensi otot aktif) bila sendi-sendi yang disilanginya bekerja bersama-sama. Sedangkan otot yang menyilangi satu sendi lebih lama mengalami kelelahan karena hanya bekerja pada satu sendi.
7.    Bidang gerakan otot selalu tegak lurus dengan aksisnya. Misalnya gerakan fleksi-ekstensi akan menimbulkan bidang “semu yang sisi-sisinya menghadap kesamping kanan dan samping kiri sehingga bidang ini akan tertembus tegak lurus oleh aksis transversal.
Gerakan anggota badan atau gerakan suatu persendian disebut berdasarkan arah atau posisinya terhadapbadan atau aksis sendi.
a.       Fleksio             : membengkokan
b.      Ekstensio         : meluruskan
c.       Adduksi          : menuju badan
d.      Abduksi          : menjauhi badan
e.       Rotasio            : gerak memutar, kearah luar (eksorotasi) dan kearah dalam (endorotasi)
f.       Sirkumduksio  : gerak sirkuler atau gerak sirkumferensial
g.      Supinasio         : gerak rotasio pada lengan bawah dengan telapak tangan mengarah kedepan/atas
h.      Pronasio          : gerakan rotasi pada lengan bawah dengan punggung tangan megarah kedepan/atas
i.        Elevasio           : gerakan mengangkat kearah kepala
j.        Depresio          : lawan dari elevasio
k.      Protusio
l.        Retrusio
m.    Inversio           : mengangkat pingggir medial kaki ke atas
n.      Eversio            : mengangkat pinggir lateral kaki ke atas

Description: D:\# MATA KUIAH S2\# Semester 1\P_20150928_202115_1.jpg
Gambar arah pergerakan 1
Description: D:\# MATA KUIAH S2\# Semester 1\P_20150928_202156_1.jpg
Gambar arah pergerakan 2
Description: D:\# MATA KUIAH S2\# Semester 1\P_20150928_202230_1.jpg
Gambar arah pergerakan 3

3.   Fisiologi
Fisiologi atau ilmu faal berasal dari dua kata yaitu “fisis” dan “logos”. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fungsional dari organ tubuh atau ilmu yang mempelajari bagaimana tubuh bekerja (Giri Wiarto, 2013: 1).
Menurut Evelin Pearce (1973) di dalam buku terjemahan Sri Yuliani Handoyo (1983: 1) Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau kerja tubuh manusia dalam keadaan normal.
Menurut deVries, A.H. (1986) dalam buku Junusul Hairy (1989: 3) Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi organisme tubuh secara keseluruhan dan bagian-bagiannya.
Berbicara fisiologi, yang penting dan pokok adalah homeostasis. Homeostasis adalah kondisi lingkungan internal tubuh yang relatif konstan pada batas-batas tertentu. Agar sel-sel tubuh yang bertahan untuk tetap hidup, maka komposisi cairan yang mengelilinginya harus terpelihara dengan tepat sepanjang waktu. Bila homeostasis terganggu bisa berakibat untuk terjadinya sakit. Bila cairan tubuh tidak berada dalam keseimbangan lagi, maka bisa terjadi kematian (Soedjono Basoeki, 1988: 9-10)
Dalam fisiologi, yang dipelajari bukan bagian-bagian atau struktur tubuh mahkluk hidup, tetapi fungsi dan cara kerja organ-organ tubuh mahkluk hidup, sehingga secara keseluruhan Fisiologi dapat kita artikan sebagai : Ilmu yang mempelajari fungsi dan cara kerja organ-organ tubuh serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun dari luar tubuh.
            Fisiologi olahraga adalah bagian atau cabang dari Fisiologi yang khusus mempelajari perubahan fungsi yang disebabkan oleh latihan fisik. Di dalam fisiologi olahraga, mempelajari apa yang terjadi terhadap fungsi tubuh apabila seseorang melakukan latihan tunggal, dan bagaimana perubahan fungsi itu dapat terjadi. Kemudian perubahan apa yang terjadi setelah melakukan latihan berulang-ulang dan bagaimana perubahan fungsi tubuh itu berlangsung.  Lalu, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan respon dan adaptasi tubuh terhadap latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu (Junusul Hairy, 1989:3).
Dilihat dari suudut Ilmu Faal, khususnya Ilmu Faal Olahraga, hakikat pelatihan olahraga adalah meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang dengan sendirinya berarti juga meningkatkan kemampuan fungsional individu (manusia) yang bersangkutan (Santoso Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik, 2013: 3)
Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan bagian-bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu amalan (Applied Science) merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Fisiologi olahraga sebagai salah satu disiplin ilmu kedokteran berusaha untuk mempelajari efek latihan terhadap tubuh, mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia dapat diperbaiki dengan latihan, mempelajari metoda yang paling sesuai untuk menilai 13 perbedaan parameter fisik dan fisiologis dan mempelajari bermacam-macam tes yang cocok untuk mengukur keadaan kesegaran jasmani (Giam,1993 dalam Giri Wiarto, 2013: 2).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fisiologi olahraga adalah ilmu dari Fisiologi yang secara khusus mempelajari tentang fungsi atau cara kerja organ tubuh dan perubahan yang dapat terjadi karena sebuah aktivitas fisik (gerak) atau latihan fisik (olahraga). Dalam hal ini tentunya akan dibahas pengkajian tentang: bagaimana pengaruh aktivitas fisik terhadap perubahan fungsi organ tubuh dan apa yang perlu dilakukan untuk mendapatkan perubahan fungsi organ tubuh yang baik secara efektif dan efisien dengan program-program latihan fisik yang dilakukan?.

4.   Pengaruh aktivitas fisik terhadap perubahan fungsi organ tubuh
Aktivitas fisik berupa olahraga akan menimbulkan perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh. Perubahan pada organ-organ tubuh ini bisa terjadi karena akibat pengaruh dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Perubahan fungsi organ-organ tubuh dikarenakan pengaruh melakukan pelatihan olahraga, baik untuk tujuan kesehatan maupun untuk tujuan prestasi. Peningkatan kemampuan dasar (kemampuan fisik) dan kemampuan keterampilan (kemampuan teknik) menjadi tuntutan latihan kecabangan olahraga untuk mencapai tingkat kemampuan yang maksimal. Peningkatan kemampuan sampai batas maksimal akan menimbulkan perubahan fungsi organ-organ tubuh yang besar pula, maka perubahan fungsi organ-organ tubuh itu akan menimbulkan faktor resiko terjadinya cedera. Perlu diketahui perubahan fungsi organ-organ tubuh agar aktivitas fisik atau pelatihan akan dilakukan secara aman dan efisien. Sumaryanti (2004: 2-4) memaparkan perubahan fungsi organ-organ tubuh akibat aktivitas fisik, diantaranya:
1.    Perubahan pada Jantung
Pengaruh aktivitas fisik terhadap jantung adalah terjadinya efesiensi kerja jantung hal ini dikarenakan jantung bertambah besar dan kuat, sehingga daya tampung besar dan denyutan bertambah kuat. Orang yang terlatih biasanya rata-rata permenitnya 60 kali detakan, sedangkan orang yang tidak melakukan olahraga rata-rata 80 kali/menitnya. Hal ini menunjukkan selisih 20 kali per menitnya, kalau dilihat selisihnya dalam sehari adalah 28.800 kali denyutan. Penghematan bagi orang yang berolahraga akan menjadikan jantung lebih awet dan boleh berharap hidup lebih lama dengan tingkat produktivitas yang tinggi.
2.    Perubahan pada Pembuluh darah
Pengaruh aktivitas fisik terhadap pembuluh darah, pembuluh darah akan meningkat tingkat elastisitas, karena berkurangnya timbunan lemak dan penambahan kontraktil pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah yang tinggi akan memperlancar jalannya darah dan mencegah timbulnya hipertensi. Kelancaran aliran darah juga akan mempercepat pembuangan zat-zat kelelahan sebagai sisa pembakaran, sehingga bisa diharapkan pemulihan kelelahan cepat.


3.    Perubahan pada Paru
Pengaruh aktivitas fisik terhadap paru-paru, paru-paru akan bertambah menjadi elastis sehingga kemampuan kembang kempis juga bertambah. Disamping itu juga jumlah alveoli yang aktif akan bertambah dengan adanya olahraga yang teratur.
4.    Perubahan pada Otot
Pengaruh aktivitas fisik terhadap otot, latihan fisik terhadap otot akan menambah kekuatan, kelentukan, dan daya tahan otot. Hal ini disebabkan oleh bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistem penyediaan energi otot. Lebih dari itu otot ini akan mendukung kelincahan gerak dan kecepatan reaksi, sehingga dalam banyak hal kecelakaan dapat dihindari.
5.    Perubahan pada Tulang
Pengaruh aktivitas fisik terhadap tulang, latihan fisik menyebabkan aktivitas enzim pada tulang akan meningkat kepadatan, kekuatan, dan besarnya tulang, selain mencegah keroposan tulang. Permukaan tulang akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus-menerus.
6.    Perubahan pada Ligamentum dan Tendo
Pengaruh aktivitas fisik terhadap legamentum dan tendo, latihan fisik pada ligamentum dan tendo akan menyebabkan meningkatnya kekuatannya. Hal ini akan membuat ligamentum dan tedo mampu menahan beban berat dan tidak mudah cidera.
7.    Perubahan pada Persendian dan Tulang rawan
Pengaruh aktivitas fisik terhadap persendian dan tulang rawan, latihan fisik yang teratur pada tulang rawan bertambah tebal di persendiannya, sehingga dapat menjadi peredam dan melindungi tulang dan sendi dari cedera.
8.    Perubahan pada Aklimatisasi terhadap Panas
Pengaruh aklimatisasi terhadap panas, aklimatisasi terhdap panas melibatkan penyesuaian fisiologis yang memungkinkan seseorang yang tahan bekerja di tempat panas. Kenaikan aklimatisasi terhadap panas disebabkan pada waktu melakukan olahraga terjadi pula kenaikan panas pada badan dan kulit. Keadaan yang sama akan terjadi bila seseorang bekerja di tempat panas.

5.   Prinsip dasar latihan
Dari perubahan fungsi organ-organ tubuh yang terjadi akibat pengaruh aktivitas fisik, dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk membuat program latihan yang sesuai prinsip dasar latihan. Prinsip dasar latihhan merupakan hal yang harus ditaati agar tujuan latihan dapat dicapai sesuai dengan harapan. Prinsip latihan berperan penting terhadap aspek fisiologis dan psikologis. Dengan mentaati prinsip latihan, akan mendukkung upaya untuk meningkatkan kualitas latihan. Selain juga akan menghindari cidera selama melakukan latihan. Prinsip-prinsip latihan menurut Bompa (1994) dan Marten (1990) dalam (Giri Wiarto, 2013: 153-155) terdiri dari 10 prinsip yaitu sebagai berikut:
1.    Prinsip Kesiapan
Pada prinsip ini materi dan dosis latihan harus disesuaikan dengan usia atlet. Atlet yang belum dewasa lebih sedikit untuk mampu memanfaatkan latihan. Hal demikian karena terdapat perbedaan dalam kematangan, baik kematangan otot, power maupun psikologis. Sebelum masa pubertas seorang atlet biasanya secara fisiologis belum siap untuk menerima latihan secara penuh.
2.    Prinsip Individual
Setiap individu pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Demikian juga dalam merespon beban latihan untuk setiap atlet berbeda-beda. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan terhadap kemampuan atlet dalam merespon beban latihan adalah:
a.     Keturunan
Faktor yang berkaitan dengan warisan biologis adalah keadaan fisik, ukuran jantung dan paru-paru.
b.    Kematangan
Semakin matang kondisi seorang atlet semakin mampu menerima intensitas beban latihan yang semakin tinggi.
c.     Gizi
Makanan yang bergizi sangat penting bagi perkembangan atlet. Latihan dapat mengakibatkan perubahan dalam jaringan, organ tubuh yang mana perubahan tersebut memerlukan asupan protein, karbohidrat, lemak dan gizi yang lain.

d.    Waktu istirahat dan tidur
Untuk atlet junior yang masih dalam masa pertumbuhan, diperlukan waktu istirahat dan waktu tidur yang cukup. Atlet junior umumnya memerlukan waktu tidur kurang lebih 8 jam untuk setiap hari.
e.     Kebugaran
Atlet yang memiliki kebugaran jasmani yang tinggi akan mudah lelah dalam menerima beban latihan. Tingkat kebugaran dipengaruhi oleh kebugaran energi (meliputi sistem aerobik dan anaerobik) dan kebugaran otot (meliputi kekuatan, kecepatan, kelentukan, koordinasi dan daya tahan).
f.     Lingkungan
Lingkungan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan psikis. Lingkungan ini dapat mempengaruhi seorang atlet dalam merespon beban latihan. Misalnya pada musim panas seorang atlet akan sulit menerima beban latihan yang tinggi.
g.    Cidera
Ketika cidera, seorang atlet akan sulit untuk menerima beban latihan baik secara fisiologis maupun psikis. Maka harus di sesuaikan beban latihan untuk atlet yang sehat dan atlet yang sedang cidera.
h.    Motivasi
Seorang atlet yang memiliki motivasi yang tinggi akan melakukan latihan dengan tekun dan rajin. Dan ketika bertanding akan berusahadengan keras dan mampu tampil dengan baik.
3.    Prinsip Beban berlebih
Prinsip ini menggambarkan bahwa beban latihan harus diberikan secara cukup berat, intensitas tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang. Apabila beban terlalu berat, akan mengakibatkan tubuh tidak mampu beradaptasi sedangkan bila beban terlalu ringan tidak akan berpengaruh terhadap kualitas latihan atlet.
4.    Prinsip Peningkatan
Ketika latihan, beban latihan harus bertambah secara bertahap dan kontinu. Prinsip ini harus memperhatikan frekuensi latihan, intensitas latihan dan durasi latihan untuk setiap latihan.
5.    Prinsip Kekhususan
Setiap atlet melakukan latihan pasti memiliki tujuan. Materi latihan harus dipilih sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Berikut adalah pertimbangan dalam menerapkan prinsip kekhususan yaitu (1) spesifikasi kebutuhan energi, (2) spesifikasi bentuk dan model latihan, (3) spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot dan (4) waktu latihan.
6.    Prinsip Variasi
Melakukan latihan yang terus-menerus, pastilah atlet akan merasa bosan apabila bentuk dan model latihan yang diberikan monoton. Untuk menghindari kejenuhan dan kebossanan, maka latihan harus disusun secara variatif.
7.    Prinsip Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan adalah hal sangat penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas fisik. Fungsi pemanasan adalah untuk mempersiapkan otot untuk berkontraksi dan mempermudah oksigen lepas dari hemoglobin dan menaikkan pemakaian volume oksigen. Pendinginan sama pentingnya dengan pemanasan. Aktivitas pendinginan terjadi proses penurunan kondisi tubuh dari latihan yang berat menuju latihan yang normal. Pada saat pendinginan akan membantu memperlancar peredaran darah, menurunkan ketegangan otot dan memperlancar pengangkutan sisa metabolisme.
8.    Prinsip Latihan jangka panjang
Prestasi tidak dapat diraih seperti membalikkan telapak tangan. Untuk memperoleh prestsi harus melalui proses latihan dalam jangka waktu yang lama.
9.    Prinsip Multilateral
Prinsip multilateral mencakup keserasian semua organ dan sistem tubuh serta proses fisiologis dan psikisnya. Perkembangan fisik merupakan salah satu syarat untuk memungkinkan tercapainya perkembangan fisik khusus dan keterampilan dapat dikuasai secara sempurna.
10.  Prinsip Partisipasi aktif berlatih
Selama latihan seorang atlet harus di berikan informasi mengenai tujuan-tujuan latihan dan efek latihan yang dilakukannya. Selain itu seorang atlet harus senantiasa menjaga kesehatannya, cukup istirahat dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya.
Dengan menggunakan prinsip dasar latihan yang telah dikategorikan oleh Bompa (1994) dan Marten (1990) dalam (Giri Wiarto, 2013: 153-155) maka pelatihan dapat direncanakan dan dilaksanakan secara ilmiah dan akurat, tidak dengan cara mencoba-coba, sehingga efisiensi penggunaan daya (energi) dan waktu benar-benar dapat diterapkan.



























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Melalui pemahaman dan penghayatan yang benar tentang dasar berolahraga akan dapat ditumbuh-kembangkan olahragawan yang baik. Lebih lagi apabila dasar berolahraga itu dilandasi dengan pendekatan ilmiah dan digali melalui hasil penelitian dan pengembangan yang diperoleh dari berbagai kegiatan olahraga. Dengan memahami ilmu anatomi dan fisiologi olahraga maka pelatihan dapat direncanakan dan dilaksanakan secara ilmiah dan akurat, tidak dengan cara mencoba-coba, sehingga efisiensi penggunaan daya (energi) dan waktu benar-benar dapat diterapkan, jadi tujuan latihan dapat dicapai sesuai dengan harapan.

B.  Saran
       Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1.    Perlunya pemahaman lebih jauh tentang ilmu anatomi dan fisiologi olahraga, karena penulis hanya menyampaikan secara garis besar mengenai bagaimana terjadinya gerakan dan perubahan fungsi organ-organ tubuh akibat adanya aktivitas fisik berupa olahraga, sehingga dapat membuat program latihan sesuai dengan prinsip dasar latihan.
2.    Perlunya bimbingan dan arahan dosen dalam memperoleh pengetahuan tentang hakikat ilmu anatomi dan fisiologi olahraga.









DAFTAR PUSTAKA


Evelin Pearce. (1973). Anatomi & Physiology for Nurses. Jakarta: Gramedia. Diterjemahkan oleh Sri Yuliani Handoyo.
Giri Wiarto. (2013). Fisiologi dan Olahraga. Yogyyakarta: Graha Ilmu.
J.S Husdarta. (2011). Sejarah dan Filsafat Olahraga : Alfabeta, Bandung
Junusul Hairy. (1989). Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keith L. Moore, Arthur F. Dalley, Anne M. R. Agur, and Marion E. Moore. Clinically Oriented Anatomy fifth edition. Jakarta: Erlangga. Diterjemahkan oleh: dr. Huriawati Hartanto.
Santosa Giriwijoyo, Didik Zafar Sidik. (2013). Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga). Bandung: Rosda.
Soedjono Basoeki. (1988). Anatomi dan Fisiologi Manusia.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .
Sumaryanti. (2004). Aktivitas Terapi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Anatomi FIK UNY. Diktat Anatomi Manusia.Yogyakarta: Laboratorium Anatomi FIK UNY