Entri yang Diunggulkan

Hasil observasi di TK

BAB I PENDAHULUAN A.             Latar Belakang Proses belajar mengajar adalah suatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan, ...

Selasa, 28 Juni 2016

Pertumbuhan Ketebalan Dan Kepadatan Tulang Akibat Latihan Olahraga


ABSTRAK
Makalah ini akan membahas tentang latihan dan perubahan pada tulang. Tulang yang berfungsi sebagai penyangga, pembentuk tubuh harus kuat. Untuk meningkatkan kualitas tulang maka perlu diupayakan melalui latian  olahraga. Terdapat 2 macam Olahraga yang dapat membantu meningkatnya kepadatan tulang yaitu, yang bersifat anaerobic dan aerobik. Pada olahraga anaerobik interval tenyata mampu memberikan pengaruh fisiologis terhadap berbagai organ dan jaringan di dalam tubuh. Anaerobik interval bila dilakukan dengan dosis yang teratur dan terukur teryata mampu meningkatkan kepadatan tulang. Untuk lebih dapat meningkatkan ambang adaptasi, maka pemberian dosis latihan harus memenuhi prinsip overload, progresif dan individual pada setiap masing-masing individu.
Kala kunci: Olahraga, Tulang

PENDAHULUAN
Olahraga sangat penting dalam kehidupan manusia, tentu dalam berolahraga harus    membutuhkan tubuh yang sehat. Seperti kita ketahui bahwa dalam tubuh yang sehat, tentu ada hubungannya dengan tulang. Tulang pada tubuh manusia merupakan benda   yang   hidup,   padat,   dan   keras,   akan   tetapi   elastis. Tulang   mempunyai pemeliharaan saraf, darah, bahkan mempunyai sistem kelenjar getah bening.
Di dalam tubuh manusia selain memiliki tulang juga memiliki otot-otot dan persendian yang memungkinkan tubuh manusia dapat bergerak dan pada saat kita bergerak, kita telah melakukan olahraga. Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektivnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuskolar yang menggerakannya. Elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna (Noer S., 1996)
Tulang-tulang pada manusia membentuk rangka yang berfungsi untuk memberikan bentuk tubuh, melindungi alat tubuh yang vital, menahan dan menegakkan tubuh, tempat pelekatan otot, tempat menyimpan zat kapur, dan tempat pembentukan darah. Kelainan dan gangguan pada tulang dapat menggangu proses gerakan yang normal. Kelaianan dan gangguan ini dapat terjadi karena kekurangan vitamin D, penyakit (arthiritis), kecelakaan, atau karena kebiasaan yang salah dalam waktu yang lama. Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk sistem haveres. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras.Proses pengerasan tulang disebut penulangan atau Osifikasi.
Tulang manusia merupaka struktur paling peting dalam pembentukan rangka tubuh, dimana tulang adalah jaringan yang tumbuh dan hidup secara terus menerus. Tulang juga memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang manusia juga mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel (Tandra, 2009).
Tulang memiliki dua sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan atau merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang) (Compston,2002).

PEMBAHASAN
Struktur Anatomi dan Histologi Tulang
Tulang terdiri lapisan luar, lapisan tulang padat dan tulang berongga. Pada penurunan densitas mineral tulang jauh lebih tipis, sehingga tulang menjadi lemah dan kemungkinan patah tulang meningkat (Compton, 2002) tulang mulai terbentuk sejak kandungan, khususnya pada trimester 3 dan akan terus berkembang hingga mencapai puncak pertumbuhan masa tulang (peak bone mass). Puncak massa tulang biassanya sampai dengan umur 20-35 tahun (jill. dkk,1993 dalam hasye, 2008).
Menurut Munandar (1991: 13-17), tulang-tulang di dalam tubuh manusia membentuk rangka yang berfungsi memberi bentuk pada tubuh,sebagai alat gerak pasif dan sebagai pelindung organ-organ dalam. Bila
tulang dibelah, pada sumbu panjangnya akan tampak bagian dalam tulang. Tulang terdiri atas suatu lapisan luar yang padat yang disebutsubstantia compacta dan lapisan dalam yang longgar yang disebut substantia spongiosa. Di sebelah dalam tulang dilapisi oleh endosteum dan permukaan luarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum ada pada semua tulang kecuali pada ujung-ujung tulang yang dilapisi tulang rawan. Sedangkan bagian tengahnya tipis. Di tengah batang (corpus) tulang panjang terdapat ruang cavum medulare (sumsum tulang) yang berisi sumsum tulang merah dan kuning. Tulang panjang terdapat pada lengan dan tungkai, misalnya tulang femur, humerug radius dan tibia (Pritchard, 1996) [ Cit, sari,2000].
Tulang panjang terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian ujung disebut epifisis, bagian tengah disebut diafisis tersusun atas tulang keras. Bagian antara epifisis dan diafisis disebut cakraepifisis atau metafisis yang terdiri atas tulang rawan dan mengandung banyak osteoblas. Bagian cakraepifisis merupakan bagian yang dapat bertambah panjang terutama dalam usia pertumbuhan (Bowden, S., Aspinall, V. & Cappello, M. 2009)
·  Tulang padat (compact bone)
Merupakan lapisan keras yang terdapat pada bagian paling luar dari tulang. Bentuk ini hampir terdapat pada seluruh tulang panjang.
·  Tulang berongga (spongy bone)
Terdiri atas spikula yang berguna untuk membentuk jaringan berpori. Ruang pada tulang berongga diisi oleh sumsum.
·   Rongga medula (rongga sumsum)
Merupakan rongga yang dikelilingi kortek tulang panjang. Pada hewan muda diisi dengan sumsum merah (jaringan hematopoietik) yang secara bertahap oleh sumsum kuning (lemak) pada hewan tua.
·  Epifisis
Terdapat pada kedua ujung tulang panjang. Ujung yang paling dekat denga tubuh disebut epifisis proksima, dan ujung yang terjauh dari tubuh disebut epiphysis distal.
·  Diafisis
Merupakan batang selinder dari tulang panjang antar dua epifisis.
·  Metafisis
Metafisis tulang dewasa merupakan daerah yang melebar berdekatan dengan epifisis.
·  Epifisis tulang rawan
Lapisan tulang rawan hialin dalam metaphysis dari tulang yang belum matang yang memisahkan diafisis dari epifisis. Ini merupakan satu-satunya daerah pada tulang yang dapat memperpanjang.
·  Artikular tulang rawan
Merupakan lapisan tipis tulang rawan hialin yang menutupi permukaan artikular (sendi) dari tulang.
·  Periosteum 
Adalah membran fibrosa yang menutupi permukaan tulang kecuali apabila artikular tulang rawan berada. Osteoblas (tulang yang memproduksi sel) dari periosteum bertanggung jawab untuk peningkatan diameter tulang, dan aktivitas sel-sel periosteal penting dalam penyembuhan patah tulang.
·    Endosteum 
Adalah membran fibrosa yang melapisi rongga sumsum dan kanal osteonal (osteons) tulang. Erosi tulang yang sudah ada oleh osteoklas (sel-sel penghancur tulang) di endosteum menentukan ukuran rongga sumsum dan ketebalan korteks diaphyseal. Periosteum dan endosteum mengandung osteoblas dan osteoklas.
Tulang pendek berbentuk seperti kubus atau pendek tidak beraturan. Tulang ini mempunyai inti tulang spongiosa yang dikelilingi tulang kompak. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua lapisan tulang kompak, yaitu lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh: tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat. (Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009)
Terdapat tiga macam tulang iregurer yaitu tulang vertebra, tulang telinga dan tulang muka. Tulang vertebra dari cailum spinaris banyak digunakan daram pergerakan tubuh (Pritchard, 1996, cit sari, 2000).

Fungsi tulang
Tulang-tulang pada manusia selain menyusun rangka, juga mempunyai fungsi lain, yaitu ;
a)  Memberi bentuk tubuh
b)  Melindungi alat tubuh yang vital
c)  Menahan dan menegakkan tubuh
d)  Tempat perlekatan otot
e)  Tempat menyimpan mineral
f)   Tempat pembenukan sel darah
g)  Tempat menyimpan energi, yaitu simpanan lemak yang ada disumsum kuning.
Tulang dalam tubuh berhubungan secara erat atau tidak erat. Hubungan antar tulang disebut artikulasi. Untuk dapat bergerak diperlikan struktur yang khusus (sendi) yang terdapat pada artikulasi. Terbentuknya sendi dapat dimulai dari kartilago didaerah sendi. Mula-mula kartilago lalu kedua ujungnya akan diliputi jaring ikat. Kemudian kedua ujung kartilago membentuk sel-sel tulang, keduanya diselaputi sendi (membran sinovial) yang liat dan menghasilkan minyak pelumas tulang yang disebut minyak sinovial. (Irianto, K. 2004)
Komponen pembentuk Tulang
Secara mikroskopis tulang terdiri dari bahan organik 30% minera I Taa/odan air
(Tjokroprawiro, 2000).
1.Bahan organik tulang
Bahan organik mempunyai komposisi : Matrik gg% yang terdiri atas kolagen (gs%) dan protein non-koragen (i%) antara rain osteokarsin, osteonektin, proteogrikan, sikroprotein, protein morfogenik, proteoripid dan fosfoprotein. sel tulang menyusun bahan organik tulang sebesar 2 % dan terdiri atas osteobras, osteosit dan osteokras (Tjokroprawiro, 2000).
2. Mineral
Salah satu penyusun utama tulang dihasilkan dari proses mineralisasi tulang yaitu hidroksiapatit. Mineral sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit95%). suatu kristal kalsium fosfat. Minerar tulang juga rnengandung karbonat,Mg, K, F dan Cl (Tjokroprawiro, 2000).




Sel Tulang
Osteoblas
Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osifikasi. Osteoblas dijumpai pada permukaan luar tulang dan di rongga-rongga tulang. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau yang disebut matriks. Apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang, tetapi apabila jaringan tidak mengandung kalsium (tidak terjadi kalsifikasi) maka disebut osteoid. Osteoblas berperan dalam sintesis kolagen untuk membentuk matriks tulang juga mengatur konsentrasi ion kalsium pada matriks tulang melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (Corwin, 2008; Rasjad, 2007).
Osteoblas berhubungan satu sama lain dan dengan osteosit melalui sito-plasma atau prosesus seluler kanalikuli matrik tulang (Vigorita, 1999). Prosesus sitoplasma osteoblas meluas melalui matrik osteoid yang berhubungan dengan osteosit di dalam matrik bermineral.    
         Osteoblas mengatur konsentrasi ion kalsium pada matrik melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (Bostom, 2000).  Difusi karsium dari osteobras ke matrik dilakukan oreh bundte dari filamen tipis yang terdapat pada tonjolan- tonjolan osteoblas (Resnick, 1995).



Osteosit
Osteoblas dapat menghasilkan zat-zat interseluler organik atau matrik, dimana kemudian dapat terjadi karsifikasi. Jaringan yang tidak mengalami pengapuran, karena mempunyai kesamaan mikroskopis dengan turang disebut osteoid' setelah osteoblas dikelilingi oleh produk zat interselulernya sendiri, osteobras tersebut berada di daram rakuna dan disebut osteosit (Salter, 1983 ). Osteosit adarah sel tulang yang tertanam datam matriks yang termineralisasi.
          Dengan bertambahnya minerarisasi, organel-.organel ini menjadi sulit dibedakan sehingga osteosit diidentifikasi dengan mikroskop cahaya melalui penampakan nukreusnya yang terang/jeras (Vigorita. 1999). Osteosit mampu mensintesa matrik tulang walau kemampuannya kurang dibanding osteobras dan terribat dalam resorbsi turang melarui proses yang disebut osteocytic osfeolysrs (Resnick, 1995).

Osteoklas
Osteoklas merupakan sel fagositik besar yang berinti banyak (50 inti) yang melakukan proses resorbsi atau penyerapan tulang secara kontinu. Osteoklas pada keadaan normal bekerja aktif di daerah permukaan tulang. Osteoklas mengeluarkan tonjolannya yang menyerupai vili kearah tulang, yang membentuk suatu permukaan bergelombang yang berdekatan dengan tulang. Vili mengsekresikan zat (1) enzim proteolitik, yang dilepaskan dari lisosom dan (2) asam laktat dan asam sitrat yang dilepaskan dari mitokondria dan Universitas Sumatera Utara vesikel sekretoris. Enzim proteolitik tersebutlah yang akan memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga mineral tulang seperti kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Guyton, 2000; Carter, 1992).
Kalsium untuk pembentukan tulang Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah diresapi oleh garam-garam mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Tulang menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah yang adekuat dari protein dan mineral keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang normal. Kalsium dan fosfat, apabila dikombinasikan, ia membentuk kristal Universitas Sumatera Utara hidroksiapatit. Garam ini membentuk kristal yang ukurannya 20 per 3 – 7 nm. Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang (Ganong W.F 1983). Selain itu,pengerasan adalah pembentukan tulang oleh kegiatan osteoblast dan osteoklas dan penambahan garam mineral dan senyawa. Kalsium harus tersedia untuk osifikasi .Osteoblast tidak membuat mineral ini, tetapi harus mengambil kalsium dari darah dan mendepositkan di tulang. Secara khusus, serat kolagen dan garam kalsium yang membantu memperkuat tulang. Bahkan, serat kolagen dari tulang memiliki kekuatan tarik yang besar (kekuatan untuk menahan peregangan), sementara garam kalsium,memiliki kekuatan kompresi besar (kekuatan untuk menahan pemerasan). Tambahan pula,pembangunan tulang bukan sahaja dipengaruhi oleh kalsium dan serat kolagen malah asupan gizi, paparan sinar matahari, sekresi hormon, dan latihan fisik juga memainkan peranan penting dalam pembentukan tulang. Sebagai contoh, paparan kulit dengan sinar ultraviolet matahari membantu perkembangan tulang, karena kulit dapat memproduksi vitamin D apabila terkena radiasi tersebut. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsiu di usus kecil. Dengan tidak adanya vitamin ini, kalsium kurang diserap, matriks tulang kekurangan kalsium, dan tulang-tulang cenderung patah atau sangat lemah. Vitamin A dan C juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang normal.

Kepadatan Tulang
Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang meningkat selama periode pertumbuhan wanita, dan tetap berlangsung walaupun pertumbuhan tulang telah berhenti.
Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun. Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk tulangtulang trabekular ( antara lain tulang belakang ) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85–90 tahun (Rahman IA dkk). Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun pada tulang belakang yaitu 1–8% pertahun dan pada leher tulang paha terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5–5% pertahun. Kehilangan tulang pada 5–10 tahun setelah mengalami menopause sebesar 0,5% pertahun (Riggs BL dkk). Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40–50 % jumlah tulang secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20–30 % (Rahman IA, dkk).
Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap cm2 tulang yang diukur dengan alat bone densimeter (Seya, 2010). Dalam masa pertumbuhan ukuran tulang, kandungan kalsium dan kebutuhan kalsium meningkat. Setelah pertumbuhan terhenti, kemungkinan fase dimana penambahan jumlah tulang dan kalsium (puncak penambahan massa tulang/ peak bone mass) akan tetap bertambah sampai usia sekitar 30 tahun (Fikawati,  R.,  Syafiq,  2007)
Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga agar anda tetap sehat, meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan mengurangi stres. Penelitian membuktikan bahwa orang yang berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Terdapat tiga kategori jenis latihan yaitu latihan kardiovaskular, beban, dan latihan kelenturan. Latihan kardiovaskular dikenal dengan latihan aerobik.
Latihan ini menggunakan otot-otot besar. Jenis latihannya adalah berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Tipe latihan ini akan memacu tubuh anda untuk menggunakan oksigen lebih efisien dan meningkatkan asupan maksimum nutrisi dan oksigen untuk jantung, paru-paru, dan sistim sirkulasi. Latihan beban dan kelenturan dikenal dengan latihan anaerobik. Latihan anaerobik tidak memiliki keuntungan seperti latihan kardiovaskular namun membuat otot dan tulang lebih kuat.
Latihan kelenturan dilakukan untuk melatih tonus otot melalui stretching sehingga dapat mencegah gangguan otot dan sendi di kemudian hari. Latihan yang seimbang adalah latihan dengan mengkombinasikan keduanya.
Pengaruh Latihan Fisik terhadap Massa Tulang
Latihan fisik menstimulasi osteoblas dengan adanya arus listrik yang dihasilkan ketika stress mengenai tulang, terutama bagian permukaan periosteal tulang. Latihan fisik juga meningkatkan struktur tulang selama masa pertumbuhan dan mengurangi kehilangan massa tulang pada individu usia lanjut (Corwin, 2008). Latihan fisik yang berkelanjutan dapat menyebabkan peningkatan massa tulang regional. Faktor nutrisi, terutama asupan kalsium yang cukup sangat menentukan dalam puncak massa tulang. Penelitian retsospektif menunjukkan bahwa individu dengan asupan kalsium yang tinggi pada masa pertumbuhan memiliki puncak massa tulang yang lebih tinggi dikemudian hari. Puncak massa tulang merupakan tingkatan tertinggi dari densitas Universitas Sumatera Utara mineral tulang, kandungan mineral tulang (Bone Mineral Content) atau massa tulang (Bone Mass). Puncak massa tulang yang rendah akan memudahkan terjadinya osteoporosis dan fraktur tulang pada saat usia lanjut. Puncak massa tulang dicapai pada usia 20-30 tahun, setelah itu akan menurun, dimana terjadi proses penuaan, absorpsi kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat sehingga kalsium tulang mulai berkurang (Karlsson et al., 2008; Johnston, 1993; Masyitha, 2006). Latihan fisik berupa aktifitas berenang memberikan dampak yang menguntungkan bagi kesehatan tulang pada wanita muda. Sedangkan latihan fisik dengan intensitas yang sangat rendah tidak dapat menstimulasi osteoblas sehingga tidak akan memberikan dampak pada tulang (Duhe, 2003).

Hormon Yang Berpengaruh Pada Tulang
Hormon berasal dari bahasa Yunani, yaitu horman yang artinya “yang menggerakkan”, jadi hormon  adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antarkelompok sel. Hormon merupakan suatu kelompok heterogen pesan-pesan kimia yang berperan mengkoordinasi aktifitas berbagai jaringan dalam tubuh. Hormon adalah suatu pesan kimia yang disintesa pada sel-sel khusus dan ditranspor ke sel sasaran yang jauh letaknya melalui darah. Kebanyakan hormon disekresi langsung ke sirkulasi. Akan tetapi, beberapa hormon disekresi oleh jaringan yang secara primer bukan jaringan endokrin. Hormon lainnya disekresi oleh lebih dari satu jaringan. Suatu jaringan merupakan sasaran untuk hormon tertentu hanya bila jaringan tersebut mengandung protein reseptor spesifik yang mengikat hormon dan menimbulkan respon selular. Hormon mengatur aktifitas jaringan sasarannya melalui 2 cara umum: (1) dengan mengatur aktivitas protein yang sudah ada dalam sel pada saat kerja hormonal, dan (2) dengan mengatur sintesis atau degradasi protein. (S.Colby.1999:263)
Hormon pertumbuhan adalah Hormon pertumbuhan manusia atau yang biasa disebut dengan HGH (HumanGrowth Hormon) adalah suatu hormon anabolik yang berperan sangat besar dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh, terutama pada masa anak-anak dan puberitas. Growth Hormon berperan meningkatkan ukuran dan volume dari otak, rambut, otot danorgan-organ di dalam tubuh. HG bertanggung jawab atas pertumbuhan manusia sejak dari kecil sampai dia tumbuh besar. Setelah manusia sudah bertumbuh besar, bukan berarti hormon ini tidak berguna, akan tetapi hormon ini bertugas untuk menjaga agar organ tubuh tetap pada kondisi yang prima.
HGH yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary pertama-tama mengalir melalui pembuluh darah menuju ke organ hati. Di dalam hati, HGH dirubah menjadi IGF 1 (insulinlike Growth Factor 1). Lalu melalui peredaran darah pula, IGF 1 dialirkan keseluruh organ-organ yang ada di tubuh manusia. Sekresi hormon pertumbuhan secara fisiologis diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan factor pengelepas hormon pertumbuhan (GHRF = growth hormon releasing factor) yang merangsang sekresi hormon pertumbuhan. Selain itu dalam hipotalamus juga dijumpai somatostatin (GH-RIH =growth hormon releasing inhibitory hormon) yang menghambat sekresi.
Demikian hipotalamus memegang peran dwifungsi dalam pengaturan hormon ini. Oleh karena itu bila kelebihan dari hormon pertumbuhan terjadi sesudah masa dewasa muda maka tinggi orang itu tidak akan bertambah. Dari hasil penelitian dapat digambarkan peningkatan kepadatan tulang akibat latihan anaerobic interval sebagai berikut:
Berprestasi dalam pertandingan renang, senam ,mempunyai kepadatan tulang lebih besar bila disbanding dengan anak perempuan yang tidak berolahraga. (Kalssel C. et al, 1996).
(Magill A. Richard. 1982) menyatakan bahwa pengaruh latihan dapat meningkatkan ukuran tulang,massa tulang dan kepadatan tulang. Chow dalam penelitian yang dikutip oleh Roeshadi (1996), melakukan evaluasi selama 1 tahun mendapatkan kelompok dengan latihan aerobik dan anaerobik di tambah strength menunjukkan massa tulang lebih tinggi dari kontrol. Pengurangan frekuensi dan intensitas latihan menyebabkan massa tulang kembali ke tingkat awal. Aktivitas fisik mempunyai peranan yang penting dalam pencegahan osteoporosis dan merupakan cara pencegahan yang menyenangkan, dan dengan mudah melakukannya pula (Dolsky et al 1992).
Berdasarkan kajian yang telah diuraikan diatas, maka latihan anaerobik interval sebagai sfressor akan mempengaruhi hypothalamus, dan memacu anterior pituitary untuk mensekresi selaniutnya hypothalamus akan memacu  growhlh hormone. Hormon pertumbuhan (Growlh Hormone) tersebut melalui IGF-1 akan mempengaruhi kinerja selosteoblast menjadi semakin meningkat' Sehingga pembentukan tulang akan lebih tinggi dibandingkan dengan proses dengan latihan Anaerobik lnterval yang teratur, terarah, dan resorbsi tulang. Dengan latihan Anaerobik interval yang teratur, terarah dan terprogram dengan frekuensi 3 kali perminggu diharapkan dapat  meningkatkan kepadatan tulang pada hewan coba tikus putih jenis albino wistar.

KESIMPULAN
Organ tubuh memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Dengan tatihan selama 6 - 8 minggu terah merangsang terjadinya adaptasifisiorogis. Latihan selama I minggu dengan frekuensi 3 k€li perminggu lelih merangsang terjadinya peningkatan kepadatan tulang dibandingkan dengan latihan selama 4 minggu. untuk memberikan latihan agar lebih merangsang terjadinya sebuah peningkatan, maka latihan harus selalu memegang prinsip-prinsip latihan dan lebih memperhatikan pemberian dosis latihan. Dosis latihan yang diberikan sebaiknya diberikan secara terencana terukur, dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA
Binkley T, Specker B. Increased periosteal circumference remains present 12 months after an exercise intervention in preschool children.
Bone 2004;35:1383-8.
Bowden, S., Aspinall, V. & Cappello, M. (2009) Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology Revision Aid Package: Workbook and Flashcards. London: Butterworth-Heinemann.
Carter  MA,  Alih  Bahasa    Dr.  Peter  Anugrah,  1992.    Anatomi  dan  Fisiologi  Tulang  dan Sendi  dalam  Patofisiologi  Konsep  Klinis  Proses-Proses  Penyakit.  Edisi  IV.  1175- 1178.
Compston, J. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Osteoporosis. Jakarta: Dian Rakyat.
Corwin EJ, 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 327-331.
Corwin,  E.J.  (2008).  Handbook  Of  Pathophysiology,  Third  Edition,  The  Ohio   State University. Columbus. Hal 303.
Duhe SA. 2003. Swimming versus Voluntary Running Exercise on Bone Health in Ovariectomized Retired Breeder Rats. (Tesis). Available from: http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-0626103-161512/unrestricted/Duhe thesis.pdf. [cited 2009 Dec. 31].
Dolsky RL, Newman J, Fetzek JR, Anderson RW. Liposuction. History, techniques, and complications. Dermatol Clin 1987;5:313‑33.
Elizabeth  A.  Krall  &  Bess  Da Wson-Hughes (1993). Heritable  and  Life-style  Determinants  of Bone  Mineral  Density. Journal  Of  Bone  And  Mineral  Research. Volume  8, Number  1.
Engelke Æ W. Kemmler . D. Lauber . C. Beeskow R. Pintag .A., et al. (2006) Exercise maintains bone density at spine and hip EFOPS: a 3-year longitudinal study in early postmenopausal women. Kalender. Osteoporos Int 17: 133–142.
Fikawati,  R.,  Syafiq,  2007.  Gambaran  Konsumsi  Kalsium  Remaja.  Dalam: Fikawati, R. & Syafiq (eds). 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas Indonesia, Jakarta:253-263.
Fung EB, Samson-Fang L, Stallings VA, Conaway M, Liptak G, Henderson RC, et al. Feeding dysfunction is associated with poor growth and health status in children with cerebral palsy. J Am Diet Assoc 2002;102: 361-73.
Ganong WF, 1999. Review of Medical Physiology. 19- adetion. Stamford: Appleton & Large, pp 365-369, 385.
Guyton  AC,  2000.  Alih  Bahasa  Irawati.  Buku  Ajar  Fisiologi  Kedokteran.  Jakarta.    EGC. 11: 1029-1041.
Harcke TH, Taylor A, Bachrach S, Miller F, Henderson RC. Lateralfemoral scan: an alternative method for assessing bone mineral density in children with cerebral palsy. Pediatr   Radiol 1998;28:241-6.
Hartmut Krahl, Ulf Michaelis, Hans-Gerd Pieper, Gerhard Quack and Michael Montag Am., et.al. (1994) Stimulation of Bone Growth Through Sports: A Radiologic Investigation of the Upper Extremities inProfessional Tennis Players  Sports Med, 22; 751.
Hasye, reza amelia. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenis paa mahasiswa FKM UI Tahun 2008 (skripsi). Fakultas kesehatan masyarakat, Universitas Indonesia.
Henderson RC, Lark RK, Kecskemethy H, Miller F, Harcke TH, Bach-rach SJ. Bisphosphonates to treat osteopenia in children with quadriplegic cerebral palsy: a randomized, placebo-controlled clinical trial. J Pediatr 2002;141:644-51.
Henderson RC, Lark RK, Gurka MJ, Worley G, Fung EB, Conaway M, et al. Bone density and metabolism in children and adolescents with moderate to severe cerebral palsy. Pediatrics 2002;110:e5.
Irianto,  K.  dan  Waluyo,  K.  2004.  Gizi  dan  Pola  Hidup  Sehat.  Yrama  Widya:Bandung.
Kathleen Mayes. (1987). Brittle Bone and The Calcium Crisis. U.K: Biddies Limited.
Magill A. Richard. 1982. Motor Learning Concepts and Applications. Dubuque, Iowa: WM. C. Brown Publishers.
Mark R. Forwood & David B. Burr (1993).Physical activity and bone mass: exercises in futility. Bone and Mineral, 21 (1993) 89-112.
Munandar A. (1991). Ikhtisar Anatomi Gerak dan Ilmu Gerak. Jakarta: EGC.
Murphy DJ, Hope PL, Johnson A. Neonatal risk factors for cerebralpalsy in very preterm babies: case-control study. BMJ 1997;314:404.
Noer, S., 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Gaya Baru.
Parfitt AM. (1994). The two faces of growth: benefits and risks to bone integrity.Osteoporosis Int;4:382-98.
Pharoah PO, Cooke T, Cooke RW, Rosenbloom L. Birthweightspecific
trends in cerebral palsy. Arch Dis Child 1990;65:602-6.
Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009. Biologi Kelas XI untuk SMA dan MA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 386.
Rachmah, L.A. (2000). ”Osteopotesis Melalui Diet dan Mill”. Jurnal Olahraga Volume 6, hlm      60-72. 
Rasjad C, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit PT Yarsif Watampone. 6-11.
Resnick D, 1995, Diagnosis of Bone and Joint Disordiers. 3rd edition. Philadelphhia: WB Sounders Company.
Rosseta Reitz. (1993). Menopause. Jakarta: Bumi Aksara.
Sari GM, 2001. Pengaruh Pemberian Ekstrak kedelai  (Glicine Max) disbanding Estrogen Konjungsi Terhadap Kepadatan Tulang Tikus Putih (I?attzlx norvegicus). Thesis, Program Pascasarjana, Surabaya, hlm 6-7, 13-18,69.
S.Colby. 1999. Ringkasan Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Seya, IP, 2010. Kalsium.  http://ikaputriseya.blogspot.com/2010/03/kalsium.html, 28 Desember 2010.
Siti, M., Asrin, M.N., Welas, H.,et al.(2010). Efektifitas Frekuensi Latihan Dalam Meningkatkan Kepadatan Masa Tulang Pada Wanita Menepose. Jurnal UNIMUS, 26,85-94.
Specker B, Binkley T. Randomized trial of physical activity and calcium supplementation on bone mineral content in 3- to 5-year-old children. J Bone Miner Res 2003;18:885-92.
Tandra H. 2009. Osteoporosis. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Tjokoprawiro, Askandar. 2000. Dabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi, Edisi Ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Vigota VJ, Ghelman B (1999). Ortopaedic Pathology. Phyladelpia: Lippicot William & Wilkins, pp 1-19, 23,99. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar